JAKARTA, KOMPAS.com - Kadiv Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar menilai, revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak melemahkan penindakan terhadap pelanggarnya.
Menurut Boy, revisi UU tersebut justru memperluas jangkauan polisi untuk menindak pelanggar atau penyebar konten negatif.
"Karena, secara eksplisit bahwa mereka yang menggunggah konten-konten negatif tanpa disadari, atau disadari itu dapat dipersangkakan dengan UU ITE. Jadi, makin kuat," ujar Boy di Mapolda Metro Jaya, Senin (28/11/2016) malam.
Meski begitu, Boy mengakui revisi UU ITE membuat polisi tidak bisa langsung menahan pelaku sebelum ada keputusan pengadilan. Sebab, saat ini ancaman hukuman terhadap pelaku pelanggar UU ITE turun dari 6 tahun menjadi 4 tahun.
Dengan direvisinya UU ITE, saat ini polisi tidak bisa mewakili publik menjadi pelapor. Polisi saat ini harus menunggu laporan dari pihak yang merasa dirugikan untuk melakukan proses hukum karena UU ITE berubah dari delik umum menjadi delik aduan.
"Kalau kemarin penyidik bisa mewakili kepentingan publik menjadi pelapor langsung, sebelum jadi delik aduan tapi delik murni. Polri atas nama negara, atas nama publik bisa menyidik orang yang melakukan pelanggaran atas pencemaran nama baik. Nah sekarang Polri harus menunggu adanya laporan kepada pihak yang dirugikan," ucap Boy.
Namun, ia memastikan, laporan terkait UU ITE yang sudah masuk ke kepolisian tidak akan berlaku surut seiring dengan revisi UU tersebut.
"Oh tidak, (kasus) yang lama tetap jalan. Kan, ini ke depan, setelah diberlakukan baru berjalan," kata Boy.
(Baca: Komisi I: Pasal Hak untuk Dilupakan di UU ITE Akan Diperjelas dalam PP)
Revisi UU ITE berlaku mulai Senin 28 November 2016. Salah satu yang diubah adalah Pasal 27 ayat (3), yaitu pasal penghinaan dan pencemaran nama baik, sanksi dari 6 tahun menjadi 4 tahun.
Sementara Pasal 40 ayat 2a, pemerintah wajib mencegah informasi dan dokumen elektronik yang melanggar undang-undang.
Pasal 40 ayat 2b adalah pemerintah berwenang memutus akses informasi elektronik dan dokumen elektronik yang melanggar undang-undang. Pasal ini masih menuai perdebatan.