JAKARTA, KOMPAS.com - Pada Kamis (1/12/2016), Erik tampak sibuk bermain di taman pasir di dalam RPTRA Meruya Utara, Jakarta Barat.
Anak itu tampak mengisi botol minuman plastik dengan pasir kemudian mengeluarkan kembali pasir dari botol di taman tersebut.
Kegiatan itu terus dilakukan Erik. Sore itu, Erik yang merupakan anak berkebutuhan khusus tersebut tengah menjalani terapi di RPTRA Meruya Utara.
Ibu Erik, sebut saja Amira, setiap hari datang ke RPTRA untuk memberikan anaknya terapi. Amira sempat mengajar di sekolah anak berkebutuhan khsusus.
Namun, dua tahun lalu ia memutuskan berhenti mengajar untuk fokus merawat Erik yang saat ini berusia lima tahun.
(Baca juga: Faktor Keamanan Jadi Alasan Orangtua Membawa Anaknya Bermain di RPTRA)
Amira menceritakan, Erik menjalani terapi di RPTRA Meruya Utara sejak RPTRA itu didirikan.
Bahkan, saat RPTRA Meruya masih berbentuk sebuah taman kota, Amira sudah mengajak Erik terapi di taman itu.
Amira menilai, RPTRA sangat membantunya untuk melakukan terapi terhadap anaknya.
"Sudah tiga tahun terapi di sini. Pokoknya sangat sangat membantu saya ada RPTRA di sini," ujar Amira di lokasi, Kamis (1/12/2016).
Amira mengatakan, hampir semua wahana permainana anak di RPTRA tersebut bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan terapi Erik.
Salah satunya adalah taman pasir. Di sana, Erik yang hiperaktif itu bisa menyalurkan perasaannya dengan bermain pasir.
Wahana seluncuran juga bisa dimanfaatkan untuk terapi. Di wahana itu, Erik dilatih kesabarannya untuk menunggu giliran menggunakan seluncuran atau mengantre bersama anak lainnya.
(Baca juga: RPTRA Meruya Utara Bantu Warga Jual Produk Kerajinan)
Selama melakukan terapi di RPTRA, kata Amira, kondisi Erik jauh lebih baik. Erik bisa mengontrol diri serta berinteraksi dengan anak lainnya.
Terlebih lagi, terapi di RPTRA ini gratis. Sebelumnya, Amira pernah membawa Erik ke sebuah tempat terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Namun, biaya untuk terapi di tempat itu tergolong mahal, yakni Rp 400.000 per jamnya.
Akhirnya, Amira memutuskan untuk memanfaatkan wahana di RPTRA yang menurutnya setara dengan alat terapi yang ada di sejumlah tempat terapi.
"Bayangkan, setiap hari saya harus bayar Rp 400.000 untuk terapi, dan itu baru satu jam. Belum lagi Erik yang pasti merengek saat mau dibawa ke sana, dia tahu mau diterapi, tetapi kalau di sini (RPTRA), dia tahunya main, bukan terapi," ujar Amira.