JAKARTA, KOMPAS.com — Para penggagas kegiatan car free day atau hari bebas kegiatan bermotor di Jalan Sudirman-Thamrin menyesalkan terjadinya pelanggaran dalam kegiatan tersebut saat berlangsungnya aksi "Kita Indonesia", Minggu (4/12/2016). Terlebih lagi, adanya keterlibatan elite politik dalam pelanggaran itu.
Salah satu penggagas CFD, Ahmad Safrudin, menilai, para elite politik seharusnya mempertontonkan sikap yang bisa dicontoh dan diteladani masyarakat. Ahmad menggunakan istilah "guru bangsa" untuk para elite politik yang hadir dalam kegiatan itu.
"Contoh buruk dari para guru bangsa ini sangat menyedihkan," kata Ahmad saat jumpa pers di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2016).
Para elite politik yang hadir dalam aksi "Kita Indonesia" kebanyakan berasal dari Partai Golkar dan Partai Nasdem. Ahmad menyatakan, selain menyayangkan pelanggaran yang dilakukan, pihaknya juga menyesalkan pernyataan para tokoh yang menganggap seolah tak terjadi apa-apa.
"Mereka selalu berkilah kami tidak melanggar hukum, kami hanya melanggar etika. Padahal, etika lebih tinggi karena hukum dasarnya adalah etika," ucap Ahmad.
Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2016 dinyatakan bahwa kegiatan politik tidak boleh digelar di CFD. Namun, pada aksi kemarin, terpantau ada banyak atribut partai politik.
Selain itu, Ahmad menyatakan, pelanggaran yang terjadi adalah pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Indikatornya adalah penempatan panggung di Bundaran HI yang harusnya steril; penggunaan genset; penggunaan sound system melebihi standar saat CFD; pemblokiran busway; serta tidak adanya pengelolaan sampah dan pembiaran terhadap kerusakan taman.
Ahmad meminta agar para tokoh nasional yang terlibat dalam pelanggaran untuk segera meminta maaf.
"Tolong berikan teladan yang baik, ikuti regulasi. Jangan berkilah. Mereka harus meminta maaf karena bagaimanapun mereka salah," ucap Ahmad.