JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, menginginkan agar semua pendukungnya menggunakan hak pilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
Terlebih, pasangan Ahok-Djarot bertekad memenangi kontestasi Pilkada DKI 2017 dalam satu putaran.
Salah satu cara yang digunakan untuk menjaring pemilih adalah dengan mendata pendukung yang belum terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Adapun Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta sudah menetapkan DPT warga DKI pada Pilkada DKI 2017 sejumlah 7.108.589.
(Baca juga: Ahok: "Gala Dinner", Cukong Saya Rakyat Jakarta yang Mendukung)
Pada Kamis (8/12/2016) lalu, anggota tim pemenangan Ahok-Djarot yang juga mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, I Gusti Putu Artha, mengabsen warga maupun pendukung yang berada di Rumah Lembang.
Dia meminta para pendukung untuk memasukkan nama dan nomor induk kependudukan (NIK) pada situs www.kpujakarta.go.id.
Rupanya, setelah pendukung memasukan nama dan NIK, tak sedikit pendukung yang belum terdaftar sebagai DPT.
Padahal, rumah mereka sudah ditempeli stiker yang menandakan bahwa mereka terdaftar sebagai pemilih.
Putu kemudian menyebarkan nomor telepon selulernya kepada para pendukung Ahok-Djarot yang berada di Rumah Lembang.
Ia meminta para pendukung untuk melaporkan berbagai permasalahannya terkait DPT melalui nomor telepon yang disebar tersebut.
Putu menyampaikan, warga yang tidak terdaftar dalam DPT tetap dapat menggunakan hak pilihnya, asalkan memiliki KTP domisili DKI Jakarta.
"Pokoknya kalau Bapak Ibu punya e-KTP, Bapak Ibu tetap bisa memilih di TPS setelah pukul 12.00 siang," kata Putu.
Ahok ancam menggugat
Sementara itu, Ahok menyatakan bahwa ia akan menggugat oknum-oknum yang menghilangkan data pemilih tersebut.
Ahok mengaku telah berpengalaman mengikuti permasalahan semacam ini sejak Pilkada Babel 2007.