JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan penghadang kampanye calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, Naman Sanip (52), mengoreksi pernyataan Djarot saat memberi keterangan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jumat (16/12/2016).
Djarot menuturkan, saat ada sekelompok orang yang menghadangnya, dia menanyakan komandan penghadangan itu. Naman kemudian maju menghampiri.
Seusai Djarot memberikan keterangan, majelis hakim memberi kesempatan Naman berbicara.
"Benar atau salah keterangan saksi?" tanya ketua majelis hakim Masrizal di dalam persidangan.
Naman menjawab, ada pernyataan Djarot yang tidak tepat.
"Yang salah di posisi saya. Waktu saksi (Djarot) di pendemo, saya belum ada di situ. Saksi mengundang, lalu dia menemui saya," ucap Naman.
Djarot pun menyatakan bahwa dirinya memang maju menemui sekelompok orang yang menghadangnya.
"Saya menembus kerumunan pendemo. Saya maju, dia maju," tutur Djarot.
(Baca: Djarot Ingin Naman Tetap Diproses secara Hukum walau Ia Memaafkannya)
Pernyataan Djarot diamini Kapolsek Kembangan Kompol Bungin M Misalayuk. Menurut Misalayuk, posisi Djarot dan Naman saling berhadapan.
"Posisinya head to head. Beliau (Djarot) maju karena beliau juga mencari penghadangnya. Terdakwa satu arah dengan yang demo itu, depan-depanan," ucap Misalayuk yang memberi keterangan seusai Djarot.
Naman didakwa melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam Pasal 187 Ayat 4 disebutkan, tiap orang yang menghalangi jalannya kampanye dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta.
(Baca: Penghadang Djarot di Kembangan Berharap Bebas dari Tuntutan Jaksa)