JAKARTA, KOMPAS.com - Usai diperiksa selama 1,5 jam, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan kepada awak media bahwa ia banyak ditanya soal hubungannya dengan Ratna Sarumpaet yang menjadi tersangka kasus dugaan makar.
Rusdi menjawab 14 pertanyaan penyidik. "Ditanya sejak kapan kenal, apakah ada kerja sama segala macam. Saya jawab, kita kenal sejak peringatan acara 17 Agustus di Kampung Akuarium, isu penggusuran, kemudian juga tentang isu reklamasi di Gedung Joeang," kata Rusdi di Mapolda Metro Jaya, Senin (19/12/2016).
(Baca juga: Temani Sekjen KSPI Diperiksa, Said Iqbal Tegaskan Buruh Tak Terlibat Makar)
Penyidik juga bertanya kepada Rusdi apakah Ratna sempat mengajak massa buruh untuk menggeser aksi 2 Desember ke Kompleks Parlemen. Rusdi lantas membantah adanya ajakan tersebut.
Ia juga membantah pernah mengikuti pertemuan dengan para tersangka dugaan makar di Universitas Bung Karno dan Hotel Sari Pan Pacific.
"Buruh tidak pernah berpikir ke makar, tidak ada rencana buruh makar, sejauh ini kita lihat tidak ada upaya untuk gerakan makar terhadap negara," ujar Rusdi.
(Baca juga: Penuhi Panggilan Polisi, Sekjen KSPI Bingung Dikaitkan dengan Makar)
Ia menyampaikan, ribuan buruh pada 2 Desember 2016 melaksanakan aksi karena marah dan memprotes keras upah minimum di sejumlah daerah yang batal dinaikan pada November.
Isu lain yang diprotes buruh adalah PP 78 Tahun 2015.
"Buruh turun tanggal 2, tettapi tempatnya terpisah, dengan agenda terpisah, dan kita aksi sekitar ada 10.000 sampai 20.000 massa di sekitar Tugu Tani. Sebagian enggak bisa masuk karena di Tugu Tani itu jam delapan, jam sembilan sudah penuh," ujarnya.
Para tersangka
Dari 11 orang yang ditangkap pada 2 Desember 2016, tujuh di antaranya disangka melakukan upaya makar.
Mereka adalah Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri. Mereka dijerat dengan Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP.
(Baca juga: Polisi Panggil Buni Yani, Ahmad Dhani, dan Permadi Terkait Kasus Makar)
Dua lainnya, yaitu Jamran dan Rizal Khobar, diduga menyebarluaskan ujaran kebencian terkait isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Keduanya disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 55 ayat 2 KUHP.
Lalu, Sri Bintang Pamungkas ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penghasutan masyarakat melalui media sosial.
Sri Bintang disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 107 jo Pasal 110 KUHP.
Sementara itu, musikus Ahmad Dhani dalam penangkapan itu ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Presiden RI Joko Widodo.
Dhani dijerat dengan pasal penghinaan terhadap penguasa, yakni Pasal 207 KUHP.