JAKARTA, KOMPAS.com — Irwanto (40) atau akrab dipanggil Cuncun terlihat santai merokok di tempat parkir motor kawasan pujasera tradisional Jalan Lapangan Tembak, Senayan, Senin (16/1/2017).
Kebanyakan orang menyebut kawasan itu sebagai “Lapo Senayan". Meskipun tak hanya makanan khas Batak yang dijajakan, nama tersebut tetap dipakai mengacu pada beberapa rumah makan yang sering terlihat ramai dikunjungi.
Sesekali, Irwanto terlibat percakapan pendek dengan temannya, sesama petugas parkir. Kalau ada kendaraan datang, baru lah ia beranjak kembali.
“Belakangan ini santai karena sepi pengunjung, biasanya mah sibuk banget. Di sini kan pengunjungnya banyak,” ujar dia.
Jam kerja petugas parkir di tempat itu terbagi dalam dua jatah waktu, yakni pagi dan sore. Kebetulan, hari ini Irwanto kebagian bertugas pada sore hari.
Menurut Irwanto, pengunjung lapo mulai berkurang karena ada kaitan dengan kabar akan ditutupnya kawasan kuliner tradisional itu. Orang pikir sudah tutup. Padahal, para penjaja makanan di sana masih beroperasi seperti biasa.
Sebagai petugas parkir, Irwanto tak tahu betul seberapa menurun jumlah pengunjung. Jelasnya, pendapatan yang biasanya mencapai Rp 150.000 bisa turun hingga satu pertiga.
“Padahal, ini sumber pencarian utama saya sejak 1992,” kata dia.
Belum lama ini, salah satu pemilik rumah makan yang juga Ketua Paguyuban Pedagang, Paulus Siagian (34), mengaku mendapatkan surat dari pengelola Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) yang berisi perintah untuk mengosongkan kawasan.
"Setelah beberapa kali imbauan, diputuskan bahwa kami harus pergi per 28 Februari 2016,” ujar Paulus.
Rencana penutupan ini disayangkan oleh sebagian besar pedagang di kawasan tersebut mengingat lokasi usaha itu sudah dipakai sejak 24 tahun lalu. Sekarang, omzet pun jadi turun seiring dengan munculnya isu penutupan usaha.
“Sejak dapat pemberitahuan pertama, kami memang sosialisasi pada pelanggan. Nah, sekarang omzet turun karena pelanggan ragu apa kami masih buka atau sudah ditutup,” kata dia.
Kata pengunjung
Pengunjung memang tak seramai sebelumnya, tetapi pada jam makan siang, bangku dan meja di beberapa rumah makan masih terisi.
Roni (53) bersama anaknya, Ferchonis (17), adalah yang datang hari itu. “Bulan ini sudah dua kali datang ke sini. Mau puas-puasin karena katanya mau tutup,” ujar Roni yang keluar dari salah satu rumah makan khas Batak itu.