JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meminta jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan penyidik Polresta Padang Sidempuan, pada sidang berikutnya.
Pasalnya, banyak ketidaksesuaian pada berita acara pemeriksaan (BAP) dengan kesaksian seorang saksi pelapor, Muhammad Asroi Saputra.
"Ini perlu mendapat konfirmasi dari penyidik Polresta Padang Sidempuan. Ini untuk membuktikan kualitas saksi pelapor, jangan sampai polisi yang terus disalahkan," kata anggota tim kuasa hukum Ahok, Sirra Prayuna, dalam persidangan kasus penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2017).
Dipaparkan tim kuasa hukum Ahok, kejanggalan pertama adalah pekerjaan Asroi. Menurut Asroi dalam persidangan, dirinya merupakan penghulu yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Agama Kantor Wilayah Padang Sidempuan.
Sedangkan pada BAP tertulis pekerjaan Asroi adalah wiraswasta. Majelis hakim kemudian meminta Asroi menunjukkan KTP. Ternyata, pekerjaan Asroi adalah PNS sesuai dengan KTP yang ditunjukkan.
Kemudian kejanggalan kedua adalah penyerahan barang bukti berupa CD. Di dalam laporan polisi, Asroi mengaku sudah menyerahkan barang bukti kepada kepolisian. Sementara dalam BAP, tidak ada barang bukti yang diserahkan Asroi.
Lalu adanya perbedaan laporan dalam kalimat penistaan dan penodaan agama. (Baca: Saksi Pelapor Ini Keberatan Saat Kuasa Hukum Ahok Permasalahkan Izin Atasan)
Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono mengatakan permohonan tim kuasa hukum tidak bersifat substansial. Terlebih, jarak antara Padang Sidempuan dengan Jakarta cukup jauh. Sehingga sulit dihadirkan.
Menjawab itu, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi menjelaskan alasan JPU tidak beralasan.
"Lokasi jauh dekat itu kami anggap sama. Tapi terkait substansi, saksi bertahan pada BAP dan sama dengan yang disampaikan di persidangan," kata Dwiarso.