JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 12-20 Januari 2017 memprediksi Pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung dua putaran.
Dari tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok-Djarot Saiful Hidayat, paling berpeluang menembus ke putaran kedua Pilkada DKI.
Dalam survei tersebut, elektabilitas Ahok-Djarot sebesar 38,2 persen. Kemudian elektabilitas Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebesar 23,8 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni sebesar 23,6 persen. Sisanya, 14,5 persen responden menjawab tidak tahu atau rahasia.
"Suara Ahok cukup nyaman masuk putaran kedua, tapi belum tentu cukup aman menang satu putaran," kata Direktur Eksekutif Indikator Polituk Indonesia, Burhanudin Muhtadi, di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2017).
(Baca: Indikator: Agus-Sylvi 23,6 Persen, Ahok-Djarot 38,2, Anies-Sandi 23,8)
Indikator melakukan survei soal seberapa mungkin Ahok kembali dipilih pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Hasilnya, ada tren peningkatan bila melihat survei pada Mei 2016 hingga Januari 2017.
Pada Mei-Juni 2016, 58 persen responden menginginkan Ahok, 30 persen ragu-ragu dan 12 persen responden tidak menginginkan Ahok.
Kemudian berdasarkan survei pada November 2016 suara pemilih Ahok anjlok, yakni 32 persen responden menginginkan Ahok, 54 persen ragu-ragu dan 14 persen tidak menginginkan kembali.
Lalu pada Desember 2016, 38 persen responden menginginkan Ahok kembali, 47 persen ragu-ragu dan 15 persen tidak ingin.
Adapun pada Januari 2016, 44 persen responden menginginkan Ahok kembali, 45 persen ragu-ragu dan 13 persen menyatakan tidak.
"Ini artinya di putaran kedua, kalau Ahok masuk lawan Anies atau Agus, penantang Ahok masih punya peluang melawan Ahok," ucap Burhanuddin.
(Baca: Survei Indikator: Tren Elektabilitas Agus-Sylvi Melemah)
Sebab, kata Burhanuddin, jumlah responden yang tidak menginginkan dan ragu-ragu dengan Ahok masih tinggi.
Menurut Burhanuddin, pertarungan jelang 15 Februari 2017 adalah terkait opini. Burhanuddin mencontohkan alasan dukungan untuk Ahok anjlok dari Mei-Juni hingga November 2016 adalah karena opini sosial politik, di antaranya berkaitan dengan kasus dugaan penodaan agama. Opini itu kemudian kembali naik setelah Ahok meminta maaf.
Burhanuddin menuturkan, jelang 15 Februari 2017, pemilih akan dinamis. Dia tak menampik bila suara yang menginginkan Ahok bisa berbalik, begitu juga sebaliknya.