JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono mencecar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin terkait dalam pernyataannya yang tercantum dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Menurut keterangan Ma'ruf dalam BAP, terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah memposisikan Al-Maidah sebagai alat kebohongan.
"'Jangan percaya pada orang, dibohongi pakai Al-Maidah'. Konteks orang bisa siapa aja, yang biasa menyampaikan ayat Al-Maidah itu kan para ulama, yang mengajarkan pada masyarakat," kata Ma'ruf, dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).
Dengan demikian, MUI mengeluarkan putusan pendapat dan sikap keagamaan terkait pernyataan Ahok yang mengutip surat Al-Maidah ayat 51 sebagai penghinaan Al-Quran serta ulama.
Putusan pendapat dan sikap keagamaan itu keluar setelah adanya rapat 4 komisi dan pengurus harian. Kemudian Ali juga mempertanyakan terjemahan Al-Maidah ayat 51.
Menurut Ma'ruf, terjemahan ayat itu adalah tidak boleh seorang muslim memilih yahudi dan munafik sebagai pemimpin. Dia mengatakan, di dalam rapat komisi itu tidak dibahas mengenai kandungan Al-Maidah ayat 51.
Dalam rapat tersebut, lebih banyak membahas mengenai pernyataan Ahok yang mengutip ayat suci.
"Itu hanya untuk masuk keputusan dan kesimpulan (bahwa Ahok menghina Al Quran dan ulama). Bagi ulama wajib pilih pemimpin Muslim," kata Ma'ruf.
Hingga pukul 10.40, tim kuasa hukum Ahok masih mencecar Ma'ruf. Selain Ma'ruf, ada empat saksi yang akan bersaksi. Seperti dua saksi fakta dari warga Kepulauan Seribu, Komisioner KPU DKI Jakarta Dahliah Umar, dan saksi pelapor Ibnu Baskoro.
Adapun Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.