JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan tiga Anies Baswedan menghadiri acara peluncuran biografinya yang diberi judul "Ketika Anies Baswedan Memimpin: Menggerakan, Menginspirasi" di Gramedia Matraman, Jakarta Timur, Jumat (3/2/2017).
Dalam acara tersebut, penulis buku, Muhammad Husnil sempat menceritakan mengenai masa kecil Anies, terutama saat ia masih duduk di SMP. Pada saat SMP, Anies diketahui sudah bergabung di OSIS sejak kelas 1.
Saat pertama kali bergabung, ia mendapatkan posisi di seksi pengabdian masyarakat, yang salah satu tugasnya berkeliling dari kelas ke kelas untuk meminta uang duka jika ada sanak saudara siswa yang meninggal dunia.
"Dari SMP selalu diberi tugas untuk menyampaikan kabar duka. Tapi inilah cikal bakal Pak Anies kemudian terbiasa berbicara di depan umum," kata Husnil.
Pada acara yang sama, Anies menceritakan mengenai pengalamannya itu. Menurut Anies, gurunya yang menjadi pembina OSIS-lah yang memintanya untuk menempati posisi di seksi pengabdian masyarakat.
Anies menuturkan, gurunya yang disebut bernama Jono itu ikut hadir menyaksikan debat kandidat cagub-cawagub pada Jumat (27/1/2017).
"Saya saat kelas satu ingin ikut OSIS. Beliau kemudian memberi saya tugas di seksi pengabdian masyarakat. Sebetulnya tidak terlalu tahu apa itu maksudnya. Ternyata tugasnya mengumpulkan uang di kelas-kelas kalau ada yang meninggal," tutur Anies.
Anies menyebut selama menempati posisi di seksi pengabdian masyarakat, ia bisa berkeliling ke seluruh kelas minimal sebulan dua kali. Bahkan pernah suatu ketika bisa seminggu sekali.
Menurut Anies, setiap angkatan di SMP tempatnya bersekolah terdiri atas 480 anak. Sehingga jumlah keseluruhan siswa mencapai sekitar 1.300 orang.
Setiap berkeliling untuk meminta uang duka, Anies menyebut dirinya selalu didampingi oleh dua rekannya yang lain. Anies bertugas menyampaikan kabar suka, sedangkan dua temannya yang lain membawa kain untuk berkeliling untuk mengumpulkan uang dari siswa.
"Saya maju bawa kertas pengumuman. Teman saya yang dua jalan di lorong-lorong kelas. Ngumuminnya telah meninggal dunia nama siapa, akan dimakamkan di mana, pada hari sekian, jam sekian. Mohon kerelaannya," ujar Anies.
Mantan Menteri Pendidikan ini mengaku banyak pengalaman yang didapatnya selama menjalani tugas sebagai petugas yang meminta uang duka, dari mulai dimarahi guru yang sedang mengajar di kelas yang akan dimasuki, hingga perundungan yang dilakukan kakak kelas.
"Apa lagi masuk kelas 3. Kalau masuk kelas 3. Belum kami ngomong sekelas sudah ngomong "telah meninggal dunia"," ujar Anies disambut tawa peserta acara.
Anies menganggap saat itu wajahnya bisa dibilang sebagai "wajah kematian" oleh siswa di seluruh sekolah. Karena selalu datang membawa berita duka.
"Jadi wajah kita itu wajah kematian di ruangan itu. Enggak mungkin kalau kita masuk berita bahagia. Pasti berita duka. Sekelas sudah tahu. Enggak usah ngomong kalau kami datang sekelas sudah pasti ngeluarin uang itu," ucap Anies. (Baca: Anies: Mari Fokus Membangun Jakarta, Membangun Suasana Damai)
Menurut Anies, tugas yang dilakoninya sebagai seksi pengabdian masyarakat itu bisa dibilang tugas yang dikerjakan oleh pengurus rendahan dan tidak memiliki prestise. Karena biasa jabatan di OSIS yang dianggap prestise adalah ketua dan sekretaris.
Namun, ia bersyukur pernah menempati posisi itu. Karena dari situlah ia melatih kemampuan public speaking dan berinteraksi dengan banyak orang. Hal itulah yang diyakini Anies membuatnya kemudian terpilih sebagai Ketua OSIS di sekolahnya pada penghujung saat ia masih duduk di kelas 1.
"Karena masih kelas 1, enggak diizinin guru. Jadinya dikasih ke kakak kelas," kata Anies.