Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penyebab Banyak Warga Rusun Rawa Bebek Tak Bisa Mencoblos

Kompas.com - 16/02/2017, 16:35 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak warga penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada saat Pilkada DKI Jakarta, Rabu (15/2/2017).

Peristiwa itu kemudian memunculkan informasi yang menyebut ada upaya untuk memaksa warga agar golput. Ketua RW di Rusunawa Rawa Bebek, Muhammad Rais menjelaskan penyebab banyaknya warga yang tidak bisa memilih.

Menurut dia, warga yang tidak bisa memilih adalah mereka yang tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), namun ngotot ingin mencoblos pada pagi hari.

Menurut Rais, sesuai peraturan, warga yang tak masuk DPT namun berdomisili di wilayah berdirinya tempat pemungutan suara (TPS) tetap bisa memilih. Mereka masuk dalam kategori Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Rais menyatakan, syarat untuk menjadi DPTb adalah membawa E-KTP dan KK ke TPS. Hanya saja, DPTb baru bisa memilih pada satu jam terakhir masa pencoblosan, yakni dari pukul 12.00-13.00 WIB.

Hal itulah yang disebut Rais tak dipatuhi oleh banyak warga Rusunawa Rawa Bebek yang tak masuk DPT.

"Kan ada aturan jam 12.00 sampai jam 13.00. Kalau mau jam 08.00 pasti kita tolak. Enggak boleh. Tapi mereka maunya pagi dengan asumsi kerja," kata Rais saat ditemui Kompas.com, di Rusunawa Rawa Bebek, Kamis (16/2/2017).

Menurut Rais, di Rusunawa Rawa Bebek tercatat ada 1.200 orang yang tergolong sudah layak untuk pemilih. Mereka tersebar di enam RT. Jumlah TPS di Rusunawa Rawa Bebek saat hari pencoblosan sendiri ada dua tempat, masing-masing TPS 140 dan 141.

Meski ada 1.200 orang yang tergolong sudah layak untuk pemilih, Rais menyebut hanya ada sekitar 710 orang yang masuk DPT. Dari jumlah tersebut, 412 terdaftar di TPS 140, sedangkan 298 lainnya di TPS 141.

"Itupun enggak datang semua. Hanya setengahnya," ujar Rais. (Baca: Ketua RW Rusun Rawa Bebek Sesalkan Warga Tak Proaktif Dapatkan Hak Pilih)

Sulit didata

Khusus untuk yang tak masuk DPT, Rais menyebut mereka adalah warga yang sebelumnya sulit didata karena jarang menempati unit rusunnya. Menurut Rais, kebanyakan warga Rusunawa Rawa Bebek yang jarang menempati unit rusun adalah para anak dari penghuni utama yang sudah memiliki keluarga sendiri.

"Satu rumah (unit) biasanya bisa sampai 3 KK. Kerena tempatnya enggak muat, mereka keluar nyari kontrakan yang dekat dengan tempat kerjanya. Tapi karena jarang di rusun, gimana mau datanya?" ujar Rais.

Rais menyatakan pihaknya bukannya tak ada upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Rais, dirinya dan para petugas dari KPU rutin menyosialisasikan mengenai Pilkada DKI 2017 kepada warga. Bagi warga yang belum terdaftar, mereka diminta untuk segera melapor.

Namun, kondisi tersebut disebut Rais banyak tak dilakukan oleh warga Rusunawa Pulogebang.

"Tapi kenapa ada berita mereka dipaksa golput. Itu yang saya gondok di hati. Padahal sampai kita dua bulan full mendata. Tapi gimana mau data kalau orangnya enggak pernah ada," ucap Rais.

Kompas TV Pilkada DKI Jakarta 15 Februari kemarin menyisakan kekecewaan karena banyak warga yang tak bisa menggunakan hak pilihnya. Pria ini kesal dan hampir putus asa, karena lagi-lagi tak bisa menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi. Ia protes kepada panitia KPPS tempat ia seharusnya memilih tak memberi solusi, karena ketatnya peraturan. Pria ini dan istrinya padahal telah membawa KTP elektronik dan kartu keluarga asli, namun tetap tidak diperbolehkan memilih karena namanya tak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap. Mereka tak sendiri. Puluhan warga Cilincing, Jakarta Utara ini juga kecewa dan mendatangi Kantor Kelurahan Sukapura untuk protes karena kehilangan hak suaranya. Mereka kesal karena Ketua KPPS mengaku tak bisa berbuat apa-apa dengan alasan surat suara tambahan sudah habis. KPPS hanya mengikuti peraturan sesuai waktu yang telah ditentukan. Kekecewaan serupa juga ternyata banjir di media sosial. Antusiasme warga yang tinggi untuk memilih pemimpin jagoan mereka terpaksa patah karena peraturan dan pemutakhiran data pemilih yang tidak optimal. Dalam wawancara dengan Timothy Marbun, anggota KPU DKI Jakarta, Betty Epsilon Idris pun berharap, agar warga Jakarta mau proaktif untuk mendaftarkan diri mereka sebagai pemilih jika pilkada DKI jadi berlangsung dua putaran. Masih ada kesempatan untuk menyelamatkan hak pilih Anda jika pilkada DKI Jakarta berlangsung dua putaran yang akan ditetapkan pada 4 Maret mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Megapolitan
Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Megapolitan
Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Megapolitan
Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com