JAKARTA, KOMPAS.com - Pilkada DKI Jakarta harus dilakukan dua putaran karena belum ada pasangan calon yang memperoleh suara minimal 50 persen plus satu dari seluruh suara sah. Merunut perjalanan elektabilitas dan preferensi tiap kandidat di Pilkada DKI Jakarta sepanjang akhir 2016 hingga Februari 2017, terekam perubahan pilihan politik warga Jakarta.
Menurut hasil penghitungan sementara Komisi Pemilihan Umum dari data di formulir C1 atau hasil penghitungan suara di tingkat tempat pemungutan suara (TPS), pasangan nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan pasangan nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, lolos ke putaran kedua dengan perolehan suara masing-masing di angka sekitar 42,91 persen dan 40,05 persen. Pasangan nomor urut satu Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni memperoleh suara sekitar 17,05 persen sehingga gagal ke putaran kedua.
Survei I Litbang Kompas pada awal Desember 2016 menunjukkan, pasangan Agus-Sylvi meraih elektabilitas tertinggi dengan 37,1 persen. Disusul pasangan petahana Basuki-Djarot dengan 33 persen dan kemudian pasangan Anies-Sandi dengan persentase 19,5 persen. Saat itu, ada 10,4 persen pemilih yang belum menentukan pilihan.
Keberhasilan Agus-Sylvi meraup elektabilitas tertinggi dalam survei I cukup menakjubkan. Dari penelusuran alasan responden, terekam adanya harapan pemimpin alternatif bagi DKI Jakarta. Dua alasan menonjol, terutama terkait segi fisik (usia, penampilan) serta modal sosial yang kuat (TNI, anak presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono), menjadi alasan responden. Patut diingat survei itu dilaksanakan beberapa minggu setelah aksi 4 November 2016. Isu dan sentimen keagamaan kuat bergaung di ruang publik, terutama melalui perdebatan di media sosial.
Kemudaan Agus diharapkan memberi energi lebih besar untuk memimpin provinsi dengan problematika tinggi seperti Jakarta. Sementara calon wakil gubernurnya, yaitu Sylvi, diharapkan mampu melengkapi sosok kapabilitas dan pengalaman pemimpin daerah yang memahami masalah Jakarta.