JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penasihat hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menilai bahwa kasus yang menjerat kliennya bernuansa politis.
Anggota tim kuasa hukum Ahok, Humprey Djemat, menilai, kasus ini mencuat karena kliennya sedang mengikuti kontestasi di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sebab, menurut dia, pernyataan Ahok mengenai surat Al Maidah sebelum Pilkada DKI Jakarta 2017, tidak pernah dipermasalahkan.
"Masalah Ahok ini semata karena pilkada DKI karena ada kepentingan politik dalam pilkada DKI," ujar Humprey saat jeda sidang Ahok di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa, (21/2/2017).
(Baca juga: "Kalau Ahok Tak Sampaikan Surat Al Maidah, Tak Ada Masalah")
Humprey mengatakan, bukan saat pidato di Kepulauan Seribu saja Ahok menyebut surat Al Maidah.
Pada pertengahan 2007 di Bangka Belitung, Ahok pernah mengatakan hal serupa dan pada tahun berikutnya dijadikan sebuah buku.
"Saat itu kaitannya dengan apa yang dimaksud Ahok terhadap elite politik dan Al Maidah dijadikan contoh. Enggak ada masalah," ucap dia.
Tak hanya itu, menurut Humprey, indikasi kasus ini bermuatan politis bisa terlihat dari aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI hari ini.
Dalam aksinya, massa menuntut agar Ahok dinonaktifkan kembali karena akan mengikuti kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua.
"Demo hari ini menuntut Ahok dipenjara, dan ada putaran kedua (pilkada). Semakin menguatkan kita masalah Al Maidah ini adalah masalah politik, bukan murni hukum," kata Humprey.
(Baca juga: Wakil Rois Aam PBNU Nilai Ahok "Loncat Pagar" Menyinggung Al-Maidah)
Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Jaksa menilai, Ahok telah melakukaan penodaan terhadap agama serta menghina para ulama dan umat Islam.