JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membatasi penggunaan air bagi warga rusun. Setiap bulan, pemerintah menjatah 10 kubik bagi warga.
Oyo (45), warga Blok D Rusun Cipinang Besar Selatan (Cibesel), Jakarta Timur, saat menanggapi hal itu mengatakan bahwa dirinya keberatan dengan rencana tersebut. Jatah 10 kubik per bulan itu dirasa kurang.
"Saya aja sebulan bisa sampai 20-21 kubik," kata Oyo, kepada Kompas.com, Selasa (28/2/2017) malam.
Ia mengatakan, kebutuhannya akan air memang banyak. Oyo tinggal bersama istri dan lima orang anaknya.
"Saya cuma pakai buat mandi, cuci, masak. Banyakan untuk cuci," ujar Oyo.
Dirinya mencontohkan, bulan lalu pemakaian airnya mencapai 22 kubik. Jika aturan pembatasan air ini jadi diterapkan, warga rusun yang memakai air di atas 10 kubik akan dikenakan tarif normal. Tarif normal air sebesar Rp 7.450 per kubik, sedangkan bagi warga rusun karena telah disubsidi menjadi Rp 5.500.
Menurut Oyo, seharusnya pemerintah bisa lebih banyak mensubsidi sehingga dapat menekan tarif air bagi warga rusun menjadi lebih murah.
"Kalau bisa subsidi lebih menguntumgkan ke kita. Pertama kali kita pindah rusun simpang siur, bilangnya air cuma Rp 2.500 (per kubik)," ujar Oyo.
Senada dengan Oyo, Janah (38) warga Rusun Cibesel juga keberatan dengan rencana pembatasan air tersebut. Menurut dia, mustahil warga menggunakan air hanya 10 kubik perbulan.
"Enggak mungkin banget, sangat-sangat tidak mungkin. Rata-ratakami kita memakai air itu sekitar 20 kubik lebih, kadang saya pernah sampai 27 kubik (per bulan)," ujar Janah.
Janah meminta pemerintah menghitung ulang karena menurutnya angka 10 kubik bagi warga per bulan tidak masuk akal.
"Saya ini ibu rumah tangga, jadi tahu betul posisinya seperti apa (penggunaan air). Seharusnya diperkirain dong, di satu unit itu ada berapa jiwa, cukup enggak," ujar Janah.
Kebijakan untuk memberlakukan tarif normal untuk pemakaian air di atas 10 kubik, menurut dia sangat memberatkan.
"Yang sekarang saja berat, apalagi ditambahin," ujar ibu tiga anak itu.
Kedua warga itu mengatakan, tidak mungkin bagi untuk berhemat air jika aturan itu jadi diterapkan. Warga justru berharap aturan itu dibatalkan.