JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, menilai KPU DKI Jakarta tidak adil jika mewajibkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta kampanye pada putaran kedua.
Menurut dia, aturan kampanye pada putaran kedua Pilkada DKI disusun terlalu mendadak.
"Jika tidak ada aturan atau regulasi tentang kampanye pilkada untuk putaran kedua, saya pikir KPUD tidak perlu mewajibkan kampanye bagi kedua paslon. Tidak fair bila aturan baru dibuat setelah pilkada putaran pertama berlangsung," kata Syamsuddin, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (2/3/2017) malam.
(Baca: Nomor Pemilihan Cagub-Cawagub DKI Tak Berubah pada Putaran Kedua)
Syamsuddin menuturkan, KPU DKI perlu menanyakan kepada masing-masing pasangan cagub-cawagub apakah memerlukan masa kampanye untuk menajamkan visi-misi pada putaran kedua atau tidak.
"Jadi, poin saya, kampanye pada putaran kedua mestinya bersifat sukarela, tidak wajib, sehingga bisa dimanfaatkan oleh paslon tapi bisa juga tidak," tutur Syamsuddin.
(Baca: Tiga Hal yang Dinilai Pengaruhi Hasil Putaran Kedua Pilkada DKI)
KPU DKI Jakarta memutuskan ada masa kampanye apabila putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 dilangsungkan. Komisioner KPU DKI Jakarta, Dahliah Umar, mengatakan keputusan itu diambil setelah KPU DKI berkonsultasi dengan KPU RI pada Senin (20/2/2017) malam.
Dahliah menilai, kampanye tetap dibutuhkan pada putaran kedua nanti. Sebab, jika kampanye dilarang, hal yang dikhawatirkan justru ada kegiatan yang mengarah pada kampanye yang dilakukan pasangan cagub-cawagub yang lolos ke putaran kedua.
Terkait konsep, susunan, dan teknis pelaksanaan kampanye putaran kedua masih dibahas oleh KPU DKI. Jika tidak ada gugatan untuk putaran pertama Pilkada DKI, maka kampanye akan dilaksanakan mulai 4 Maret, dan pemungutan suara dilakukan pada April 2017.