JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat tak mempermasalahkan lembaga survei yang menempatkan dirinya dan pasangannya, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama, di urutan kedua di bawah pesaing mereka calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Djarot menjelaskan, saat sebelum Pilkada DKI putaran pertama, ada lembaga survei yang mengeluarkan elektabilitas Ahok-Djarot sebesar 10,5 persen. Namun, kenyataannya saat Pilkada DKI, rekapitulasi suara Ahok-Djarot di atas 40 persen.
"Enggak apa-apa, biasa aja survei-surveinya. Dulu begitu pertama-tama juga begitu. Bukan saya enggak percaya lembaga survei ya. Bayangin ya Ahok-Djarot pernah berada di posisi 10,5 persen, ya enggak. Biarin aja," ujar Djarot di Jakarta Selatan, Senin (6/3/2017).
Pernyataan Djarot guna menanggapi hasil survei terbaru Lembaga Media Survei Nasional (Median) terkait Pilkada DKI 2017 putaran kedua yang menyebutkan, elektabilitas pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat sebesar 39,7 persen dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebesar 46,3 persen. (Baca: Survei Median: Ahok-Djarot 39,7 Persen, Anies-Sandi 46,3 Persen)
Djarot menambahkan, warga Jakarta saat ini puas dengan sejumlah kebijakan yang dilakukan Ahok-Djarot. Djarot menilai, adapun yang bisa menghambat Ahok-Djarot kembali menjadi menjadi Gubernur-Wakil DKI Jakarta adalah isu SARA.
Djarot menyebut pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, isu SARA cukup kental menyerang mereka.
"Yang penting tingkat kepuasan warga Jakarta terhadapa Basuki-Djarot yang merupakan kelanjutan dari Joko Widodo-Basuki itu cukup tinggi, mereka meraskan betul (kebijakan yang diambil)," ujar Djarot.
"Saya pikir warga Jakarta akan diberikan cahaya diberikan ketenangan, dan kecerdasan dan kedewasaan. Karena itu kita betul-betul hindari menggunakan simbol-simbol agama, jangan lah. Indonesia terlampau besar," ujar Djarot.