Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Merasa Rugi Tidak Bisa Baca Pleidoi Sebelum Pemungutan Suara

Kompas.com - 13/04/2017, 12:06 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok merasa dirugikan akibat penundaan pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) kepadanya.

Sedianya jaksa akan membacakan surat tuntutan kepada Ahok pada Selasa (11/4/2017). Hanya saja, jaksa belum dapat menyelesaikan materi penyusunan surat tuntutan dan berakibat penundaan hingga Kamis (20/4/2017).

"Kalau sekarang (pembacaan tuntutan) dimundurin (ditunda), justru orang-orang bisa tebak yang aneh-aneh," kata Ahok, kepada wartawan, Rabu (12/4/2017).

Salah satu pihak yang menengarai adanya intervensi dalam penundaan pembacaan tuntutan bagi Ahok adalah Pedri Kasman, saksi pelapor. Beberapa waktu lalu, Pedri menyebut penundaan pembacaan tuntutan sudah dirancang sedemikian rupa untuk ditunda hingga Pilkada DKI Jakarta 2017 selesai.

Ahok mengatakan, dirinya juga sudah mempersiapkan diri untuk membaca pleidoi atau pembelaan yang awalnya direncanakan pada 17 April 2017. Agenda pembacaan pleidoi awalnya dilaksanakan satu pekan setelah pembacaan tuntutan oleh jaksa.

Melalui pleidoi itu, Ahok memiliki kesempatan untuk banyak bercerita kepada masyarakat. Terlebih, sidang ditayangkan secara langsung oleh hampir seluruh stasiun televisi.

"Pleidoi kan suka-suka saya, enggak ada batasan waktu, live lagi. Saya mau cerita 4-5 jam soal cita-cita saya mau jadi gubernur, paparin visi misi segala macam, pelanggaran enggak? Enggak lho, kan pleidoi," kata Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur itu merasa diuntungkan dengan penayangan langsung oleh stasiun televisi. Pasalnya, dia tak memiliki uang cukup untuk membayar stasiun televisi dan menayangkan pembacaan pleidoi-nya.

Di sisi lain, Ahok enggan berkomentar mengenai keinginannya untuk membaca pleidoi pada 17 April atau dua hari jelang pelaksanaan pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta 2017, 19 April.

Baca: Jaksa Bantah Tunda Bacakan Tuntutan Ahok karena Tekanan Politik

Pembacaan pleidoi itu disebut-sebut dapat menetralkan pikiran pemilih warga DKI jelang pemilihan. Terutama setelah jaksa menuntut Ahok.

"Kalau saya bayar semua stasiun TV untuk pasang iklan, butuh berapa duit? Apakah ada jaminan orang bakal menonton iklan saya di jam yang sama? Belum tentu," kata Ahok.

"Tapi kalau saya bacakan pleidoi, kamu (stasiun televisi) semua live (menayangkan langsung jalannya persidangan), semua orang yang pengin tahu, nonton enggak? Nonton. Ini menarik sebetulnya, tapi ya sudah, kami harus terima putusannya kan memang begitu," kata Ahok.

Baca: Hakim Pertanyakan Alasan JPU Belum Siap Bacakan Tuntutan ke Ahok

Adapun Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Jaksa mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Kompas TV Siapa Diuntungkan dengan Penundaan Sidang Ahok?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com