JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyayangkan kasus-kasus penggusuran hunian semi permanen yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta menggunakan Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum sebagai dasar hukum.
Pengacara publik dari LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardy, mengatakan, definisi dan indikator melanggar ketertiban umum itu tidak dijelaskan dalam Perda tersebut.
"Sayangnya dasar hukum yang blurry atau kabur seperti itu malah justru dijadikan alasan dasar untuk melakukan penggusuran-penggusuran paksa di DKI Jakarta," ujar Alldo di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2017).
Alldo mengatakan, ada 49 kasus penggusuran hunian semi permanen di Jakarta yang menggunakan Perda tersebut pada 2016, salah satunya penggusuran 21 KK di Kramat, Senen, Jakarta Pusat, karena dianggap kumuh.
Menurut dia, warga yang digusur menggunakan Perda Ketertiban Umum juga menjadi tidak berhak atas rumah susun.
"Jadi banyak rumah semi permanen, orang-orangnya memang sudah tinggal di situ, misalnya belasan tahun, puluhan tahun, rumahnya kumuh, tetapi dia tidak direlokasi karena dianggap mungkin penduduk liar," kata dia.
Alldo mengatakan, warga yang tinggal di rumah semi permanen yang kumuh itu terusir karena kemiskinan dan ketidakmampuan mereka. Padahal, Pemprov DKI Jakarta seharusnya melindungi dan memberikan solusi untuk mereka.
Baca: LBH Jakarta: Ahok Mungkin Pecahkan Rekor Penggusuran oleh Pemprov DKI
Pemprov DKI Jakarta juga seringkali menggunakan peraturan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengeksekusi lahan tanpa perlu membuktikan kepemilikan lahan tersebut.
"Masalahnya Pemprov selalu menggunakan dasar hukum yang mempermudah mereka untuk mengeksekusi lahan tanpa perlu membuktikan kepemilikan lahannya," ucap Alldo.
Alldo mengatakan LBH Jakarta kini tengah mengajukan gugatan terhadap peraturan tersebut.