JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, menceritakan pengalamannya saat menjadi pihak yang ikut menggarap proyek pembangunan Tol Cirebon-Palimanan.
Sandiaga merupakan salah satu pemegang saham PT Lintas Marga Sedaya (LMS), perusahaan yang menjadi pemegang konsesi Tol Cikampek-Palimanan (Cipali).
Pria yang menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini mengatakan, pada awalnya ia kerap mendapat penolakan dari warga sekitar saat membangun tol tersebut.
Salah satu kelompok warga yang menentang adalah suku Dayak yang tinggal di kawasan Cirebon.
"Awalnya saya enggak tahu bahwa ada kampung Dayak di tengah-tengah Jawa Barat yang sudah ada di sini lebih dari 300 tahun. Mereka datang ke sini pindah waktu perang Fatahillah," ujar Sandiaga saat meninjau Tol Cipali, Jawa Barat, Kamis (13/4/2017).
(Baca juga: Sandiaga Sebut Realisasi Tol Cipali Lebih Sulit dari Program Dp 0 Rupiah)
Sandiaga pun terus melakukan dialog dengan warga Kampung Dayak tersebut. Dia juga sempat menemui orang yang dituakan di kampung itu.
"Kita melakukan pendekatan, dia sempat cabut mandau dan mengancam semua. Akhirnya, dengan kerjas ama yang baik, beliau bisa ditenangkan dan akhirnya beliau sudah menerima," ucap dia.
Selain penolakan dari warga Kampung Dayak, Sandiaga mengaku ditentang oleh para santri di salah satu pesantren di Cirebon.
Para penghuni pesantren tersebut bersikukuh tidak ingin dipindahkan. Bahkan, Sandiaga sempat mengajak Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Keuangan, hingga Menteri Agama untuk membantu melobi para penghuni pesantren agar mau dipindahkan.
Namun, mereka tetap tidak mau pindah. "Mereka bilang 'Pak Sandi mau bawa siapa pun juga, termasuk Gus Dur, kami tidak akan pindah'," kata Sandiaga.
Akhirnya, Sandiaga memutuskan untuk membelokkan rute proyek Tol Cipali itu agar tidak mengenai lokasi pesantren tersebut.
"Alhamdulillah kita bisa membelokkan jalan ini walaupun menambah sedikit biaya tapi kita dahulukan kepentingan warga masyarakat. Ternyata di tempat yang kita lalui selama ini," ujarnya.
(Baca juga: Sandiaga: Sekarang Hantaman Isunya Sudah Sangat Absurd)
Dari proyek tersebut, Sandiaga mengaku mendapat pengalaman berharga. Menurut dia, dalam membangun sesuatu harus mengedepankan dialog kepada warga.
Warga harus diajak berpartisipasi dalam sebuah pembangunan infrastruktur. Dengan begitu, mereka akan merasa dihargai.
"Pemimpin harus turun sendiri, pemimpin itu enggak boleh hanya di kantor. Adu bicara itu harus dilalui, bukan kita mengirim aparat bersenjata untuk mereka," ucap dia.