Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jalu Priambodo

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian INSTRAT.

Menanti Kata Menjadi Kerja

Kompas.com - 21/04/2017, 11:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

Warga DKI Jakarta telah memilih pemimpin dengan penuh antusiasme tinggi pada 19 April 2017. Memang belum ada pengumuman resmi dari KPUD tentang siapa pemenang Pilkada tahun ini.

Akan tetapi, hitung cepat beberapa lembaga survei telah menempatkan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang unggul sementara.

DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki perbedaan dibandingkan provinsi lainnya. Sesuai dengan namanya Daerah Khusus Ibu Kota, Jakarta memiliki Undang-undang yang khusus terkait provinsi tersebut dan tidak ada di tempat lainnya.

Implikasi kekhususan tersebut di antaranya adanya syarat kepala daerah DKI harus dipilih 50%+1 pemilih.

Mungkin sedikit yang menyadari mengapa Jakarta memiliki kekhususan ini. Kompetisi Pilkada yang melelahkan memang telah menyita energi dan perhatian yang lebih dari seharusnya. Sehingga banyak yang tidak lagi menyadari apa makna dari syarat kemenangan ini.

DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Status daerah khusus bagi Jakarta diperoleh dalam UU No 34 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dalam UU No 29 Tahun 2007. Landasan hukum ini dibuat karena pentingnya status DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang harus dijaga dengan seksama.

Salah satu hal yang ingin dicapai dari penetapan ini adalah adanya stabilitas bagi Ibu Kota. Meskipun berbentuk Provinsi yang terdiri dari beberapa Kotamadya, namun sebenarnya Jakarta bergerak sebagai satu komando kota dengan ukuran lebih besar.

Kotamadya di bawah gubernur hanya ditempatkan sebagai administratif tanpa kewenangan sebagaimana kota/kabupaten lainnya. Dengan demikian, semua persoalan yang muncul bisa langsung diatasi tanpa adanya jalur koordinasi yang ribet.

Seiring dengan terbukanya keran reformasi, tuntutan adanya otonomi daerah diikuti pemilihan bebas pun menyeruak.

DKI Jakarta menghadapi euforia yang sama. Namun, pemilihan bebas menghasilkan satu risiko baru: dinamika politik yang bisa mengarah pada gangguan stabilitas.

Wacana untuk mempertahankan gubernur Jakarta agar dipilih langsung Presiden menjadi opsi rasional supaya Jakarta tetap stabil. Landasannya, bahwa Gubernur Jakarta memiliki tanggung jawab mengamankan "kantor negara" .

Maka dari itu, seruan untuk mengangkat gubernur sebagaimana mengangkat menteri pun menjadi masuk akal. Menteri merupakan pembantu Presiden yang tentu akan bergerak seiring sejalan untuk mengamankan Sang Presiden.

Alternatif kedua adalah pemilihan langsung yang memang sangat diidamkan oleh publik di masa reformasi. Batasan pun dibuat untuk tetap menjaga stabilitas.

Tidak ada pemilih langsung di tingkat Kotamadya sebagaimana daerah lain. Masing-masing Walikota tetap menjadi bawahan langsung Sang Gubernur. Ini menjadi jaminan bahwa cukuplah dinamika terjadi di tingkat provinsi.

Batasan selanjutnya guna menjamin kredibilitas dan legitimasi sang gubernur, maka dibuatlah syarat 50% + 1. Dengan demikian gubernur terpilih merupakan gubernur yang dipilih mayoritas warga Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com