Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Jaksa terhadap Ahok Dianggap Timbulkan Ketidakpercayaan Publik

Kompas.com - 29/04/2017, 15:18 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah menyayangkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Jaksa menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.

"Tindakan jaksa dalam tuntutannya tidak menciptakan penegakan hukum pidana, menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada proses penegakan hukum. Tuntutan jaksa seakan mengotori dan mencederai pengadilan pidana di Indonesia," kata Ikhsan, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/4/2017).

(baca: Kuasa Hukum Pasrah Tunggu Vonis Hakim terhadap Ahok)

Menurut Ikhsan, proses pengadilan Ahok tidak hanya mendapat perhatian masyarakat Indonesia, namun juga dunia internasional.

Perhatian itu, kata Ikhsan, ditujukan kepada sistem penegakan hukum di Indonesia dan dia menduga jaksa tidak menyadari besarnya perhatian terhadap kasus Ahok tersebut.

Tak hanya itu, kata Ikhsan, jaksa juga dia anggap mendelegitimasi pendapat keagamaan terkait kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan Ahok.

"Ini bukan hanya MUI yang dilegitimasi pandangan agamanya, tapi juga NU dan Muhammadiyah," kata Ikhsan.

Menurut dia, selama proses pembuktian, jaksa menghadirkan ahli yang berasal dari kalangan NU dan Muhammadiyah.

Selain itu, selama proses pembuktian, jaksa mencoba membangun tuntutan pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama, bukan pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan tertentu. Namun, saat tuntutan, jaksa justru memilih dakwaan alternatif, yakni pasal 156 KUHP.

"Harusnya jaksa tetap (menuntut Ahok bersalah dengan) pasal 156 huruf a KUHP, tidak bergeser. Para saksi dan ahli yang dihadirkan di persidangan sesuai pasal 156 huruf a KUHP, menuduh terdakwa dengan menista agama," kata Ikhsan.

Adapun vonis terhadap Ahok akan dibacakan majelis hakim pada 9 Mei 2017.

JPU sebelumnya menuntut Ahok bersalah dan dihukum satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan. Ahok dianggap terbukti melanggar pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan tertentu.

Kompas TV Sidang Ahok Tak Ada Replik atau Duplik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Daftar Rute Transjakarta yang Terintegrasi dengan MRT

Daftar Rute Transjakarta yang Terintegrasi dengan MRT

Megapolitan
Seorang Pria Tanpa Identitas Tewas Tertabrak Mobil di Tengah Tol Dalam Kota

Seorang Pria Tanpa Identitas Tewas Tertabrak Mobil di Tengah Tol Dalam Kota

Megapolitan
Bakal Cagub Independen Mulai Konsultasi Pendaftaran ke KPU DKI, Salah Satunya Dharma Pongrekun

Bakal Cagub Independen Mulai Konsultasi Pendaftaran ke KPU DKI, Salah Satunya Dharma Pongrekun

Megapolitan
Kondisi Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Usai Disatroni Maling: Jendela dan Pintu Rusak serta Ada Jejak Kaki

Kondisi Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Usai Disatroni Maling: Jendela dan Pintu Rusak serta Ada Jejak Kaki

Megapolitan
Wanita di Jaksel Diduga Tenggak Cairan Pembersih Lantai Sebelum Gantung Diri Sambil Live Instagram

Wanita di Jaksel Diduga Tenggak Cairan Pembersih Lantai Sebelum Gantung Diri Sambil Live Instagram

Megapolitan
Diterpa Hujan, Atap Rumah Warga di Depok Ambruk

Diterpa Hujan, Atap Rumah Warga di Depok Ambruk

Megapolitan
Relawan: Dokumen yang Dibawa Maling di Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Bersifat Rahasia

Relawan: Dokumen yang Dibawa Maling di Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Bersifat Rahasia

Megapolitan
Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Megapolitan
KPU Gelar Sayembara Maskot dan 'Jingle' Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

KPU Gelar Sayembara Maskot dan "Jingle" Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

Megapolitan
Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Megapolitan
Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Megapolitan
Diduga Alami 'Microsleep', Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Diduga Alami "Microsleep", Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Megapolitan
Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Megapolitan
Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Megapolitan
H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com