KOMPAS.com – Sampah! Ini merupakan salah satu masalah besar DKI Jakarta yang pada Kamis (22/6/2017) telah berusia 490 tahun. Tak cukup satu pasukan untuk mengurusi masalah ini.
Sayangnya, banyak orang seolah tutup mata, berasa sudah punya tertib pribadi soal sampah. Jangan-jangan, kita di antara yang tutup mata juga.
Paling bikin malas adalah lihat mobil mewah melintas, lalu wuzzzz.. ada tisu terbang setelah dilempar lewat jendela mobil itu. Lebih parah lagi kalau yang dilempar adalah seplastik sampah.
Malas juga lihatnya waktu ada unjuk rasa atau aksi publik di area terbuka yang pesertanya buang sampah sembarangan. Orang-orang piknik, nongkrong, gaul, hobi selfie, bahkan beribadah di area ini, sama saja ngeselinnya kalau juga hobi sembarangan buang sampah.
Lagi-lagi sampah tisu, pasti ada. Rombongannya, gelas atau botol minuman kelasan, dan plastik kresek bekas pembawa bekal.
(Baca juga: Indonesia Darurat Sampah)
Tidak kalah bikin malas, lihat sampah bertumpuk tidak pada tempatnya. Entah itu di pinggir jalan, lahan kosong, atau di sungai, sama-sama tidak enak dilihat.
Data per 2011 saja sudah menyebut, produksi sampah DKI mencapai lebih dari 5.000 ton per hari. Tak semuanya terangkut pula ke tempat pembuangan akhir.
Yang tidak banyak orang tahu, urusan bikin malas itu merepotkan banyak orang. Setidaknya ada tiga pasukan dari jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai turun tangan buat ini.
Pasukan Hijau urusannya adalah pertamanan di DKI Jakarta. Nah, kalau demonstrasi di Bundaran HI, itu juga bisa jadi urusan mereka.
Personel Pasukan Hijau ini harus memastikan air mancur di bundaran tersebut tetap “mancur”. Sampah-sampah dari pelancong sesaat atau peserta aksi itu sangat mungkin bikin mampet pompa buat air mancur.
Satu lagi, Pasukan Biru. Mereka sebenarnya mengurusi masalah saluran air, dari got sampai kali. Mereka lah yang harus memastikan saluran itu bisa mengalir lancar.
Begitu aliran melambat, tugas Pasukan Biru buat memeriksa dan membersihkan saluran air ini. Bukan hal mengherankan bukan kalau yang kerap ditemukan sebagai penghambat aliran air adalah sampah?
Soal sampah plastik di perut dan pencernaan ikan ini sudah ada risetnya, dilakukan antara lain oleh gabungan tim dari Universitas Hasanuddin dan University of California Davis.
(Baca juga: Waspada, Banyak Ikan Laut Terkontaminasi Sampah Plastik)
Karena wilayah DKI Jakarta juga punya laut, sampah laut jadi urusan juga buat kita orang Jakarta. Masalahnya, riset dari Jenna Jambeck dkk pada 2015 menempatkan Indonesia pada posisi kedua sebagai negara dengan sampah laut terbanyak di dunia.
(Baca juga: Apa Mau, Anak Cucu Kita Tinggal di Atas "Fosil"?)
Namun, apa pun tantangan di dunia ini, termasuk urusan sampah, pada akhirnya penentu perubahan dan perbaikan haruslah dimulai dari diri sendiri. Iya, itu saya, Anda, dan kita.
Tenang, tiga pasukan itu tetap punya manfaat banyak buat menjaga Jakarta, kalaupun sampah sudah tertib terkelola. Toh ada jenis sampah yang memang butuh penanganan lanjutan atau khusus.
Lagi pula, akan selalu ada daun gugur untuk disapu dan dipungut, tak akan berkurang plankton dan biota air yang menghalangi saluran air, serta gerusan tanah terbawa ke saluran air, untuk jadi tanggung jawab para petugas ketiga pasukan ini.
(Simak juga: VIK Pasukan Penjaga Ibu Kota)