JAKARTA, KOMPAS.com - RK (40), ayah dari BL (15), pengasuh anak yang didakwa karena membuang bayinya di Kebayoran Baru pada Mei 2017 lalu, telah menyampaikan pledoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2017).
Dalam pembelaannya itu, sang ayah memohon agar hakim mebebaskan putrinya dari dakwaan dan tuntutan 8,5 tahun penjara.
"Kami cuma bilang, memohon untuk dibebaskan, itu saja," kata RK.
RK menceritakan putrinya adalah guru ngaji di kampung mereka di Cikeusik, Pandeglang, Banten. BL mengajar anak-anak sekitar mengaji lantaran keluarganya kurang mampu.
Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. RK sendiri adalah seorang buruh serabutan. Ketika diperkosa pada Juli 2016 lalu, BL tidak memberitahukan ke siapa pun soal insiden itu.
Ia juga tak menyadari ia hamil. Minimnya pendidikan kesehatan reproduksi dan ketidaktahuan BL ini menjadi dasar keluarga dan kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum LBH Apik, meminta Bella dibebaskan.
Baca: Remaja Ini Dituntut 8,5 Tahun Penjara karena Buang Bayinya
Direktur LBH Apik Jakarta Veni Siregar, menyampaikan BL adalah korban dari kemiskinan dan pemerkosaan, sehingga ia harusnya tak dihukum atas ketidaktahuannya.
Veni menyebut sepanjang 2017 ini, sudah tiga kasus korban kekerasan seksual yang menjadi terdakwa atas kematian bayi yang dilahirkan akibat perkosaan.
"Berdasarkan kasus yang kami tangani, korban kekerasan seksual umumnya tidak mengetahui kehamilan dirinya, dan sudah datang ke dokter, namun dokter menyatakan tidak hamil, kemudian melahirkan tanpa penolongan dan membuang bayinya," katanya.
Selain menuntut BL dibebaskan, LBH Apik juga menuntut agar Jaksa Pengawas dan Komisi Kejaksaan RI untuk memeriksa Jaksa Penuntut Umum serta Kasipidum Kejaksaan Negara Jakarta Selatan atas tuntutan melebih ancaman pidana maksimal dan hukum acara pidana.
Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung juga diminta untuk melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas kepada Hakim Anak, untuk melaksanakan persidangan yang ramah anak.
Baca: Pengasuh Anak yang Buang Bayinya Ini Ternyata Korban Perkosaan
"Sepanjang pemeriksaan terdakwa, Majelis Hakim memaksa anak untuk mengatakan hal-hal sesuai keinginan dan persfektif Hakim. Akibatnya, BL menangis karena terus ditekan untuk mengakui apa yang tidak dilakukannya. Ini memperlihatkan BL mengalami reviktimisasi," kata Veni.
Jaksa dalam kasus ini adalah Agnes Renitha Butar Butar. Sedangkan majelis hakimnya yakni Fahima Basyir, Martin Ponto, dan Rusdianto.