Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"PPDB Online Bagus, tetapi Terlalu Mepet dan Tak Ada Uji Coba"

Kompas.com - 14/07/2017, 18:45 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Pengurus sekolah mengapresiasi proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) online yang baru dilaksanakan per tahun ini melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017.

Namun, ada beberapa catatan yang disampaikan pihak sekolah sebagai bahan evaluasi agar PPDB online tahun depan terlaksana lebih baik lagi.

"Sama sistemnya sih setuju, lebih bagus. Tapi, waktu yang disiapkan terlalu mepet dan tidak ada waktu untuk uji coba," kata Wakil Kepala SMPN 12 Tangsel Kunardi saat ditemui Kompas.com, Jumat (14/7/2017).

Sebagai salah satu sekolah yang menjalankan PPDB online, Kunardi merasa pelaksanaannya agak terburu-buru.

Baca: Proses PPDB di Tangsel Terkendala Data Kependudukan Tidak Valid

Kurangnya persiapan di berbagai lini berdampak juga pada pelaksanaan di lapangan, terutama mengenai kemampuan operator yang membantu orangtua calon murid saat mengurus proses pendaftaran anak mereka.

"Ya, seadanya saja jadinya. Operatornya belum sempat training," tutur Kunardi.

Dia berharap, PPDB online untuk tahun ajaran mendatang dapat lebih baik lagi. Kunardi juga menyinggung tentang kendala teknis berupa data kependudukan yang tidak valid yang menyebabkan sistem zonasi dalam PPDB online tidak efektif.

Data yang dimaksud mengacu pada data kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, di mana basis data itu digunakan dalam PPDB dengan sistem zonasi yang pertama kali dilakukan tahun ini. SMPN 12 merupakan salah satu sekolah yang mengalami kendala itu.

Baca: Cerita soal Orangtua di Tangsel yang Kecewa Anaknya Tak Dapat Sekolah Dekat Rumah

Bahkan, akibat banyak data tidak valid, menyebabkan beredarnya video orangtua calon murid yang ancam akan telanjang di gerbang sekolah jika anaknya yang tinggal kurang 200 meter dari sekolah tidak diterima.

Adapun yang dimaksud tertukar itu adalah mereka yang berdomisili dekat dengan sekolah dianggap tinggal paling jauh. Sebaliknya, mereka yang sebenarnya bermukim jauh dari sekolah justru malah dianggap dekat dengan zona sekolah dan langsung masuk ke sekolah tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com