JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan Kasubag Perbendaharaan dan Pelaksanaan Anggaran Ditjen Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama Iyan Sofyan sebagai tersangka baru dalam kasus rapat fiktif Kemenag.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tersangka Maryatun, saksi, dan ahli, oleh tim jaksa penyidik, terungkap ada peran pihak lain yang signifikan dalam pemenuhan pertanggungjawaban pidana tersangka Maryatun yakni Kasubag Perbendaharaan dan Pelaksanaan Anggaran yang dijabat Iyan Sofyan yang semula diperiksa sebagai saksi," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Nirwan Nawawi kepada Kompas.com, Kamis (31/8/2017).
Dalam kasus rapat fiktif ini, Kejati DKI sebelumnya menetapkan Kepala Bagian Set Dirjen Pendis Kementerian Agama (Kemenag) Maryatun Sanusi sebagai tersangka.
Penyidikan kasus ini dimulai sejak Maret 2017. Diduga, dalam tahun anggaran 2014, Maryatun memalsukan sejumlah kegiatan dan rapat di hotel-hotel di luar kota. Padahal, rapat itu dilangsungkan di kantornya.
(Baca juga: Pemerintah Dinilai Belum Tunjukkan Keberpihakan pada Agenda Pemberantasan Korupsi)
Maryatun memerintahkan Iyan yang merupakan anak buahnya itu untuk membuat surat perintah membayar (SPM) dalam mencairkan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dengan laporan kegiatan-kegiatan fiktif.
Kegiatan fiktif tersebut yakni rakor pelaksanaan anggaran tahun 2014, kegiatan penyusunan LK bagian keuangan, kegiatan penyusunan rencana kerja bagian keuangan, dan kegiatan himpunan pengelolaan keuangan APBN program pendidikan dasar.
Di samping itu, ada sebelas kegiatan rutin dan pengadaan alat tulis kantor untuk pekerjaan tersebut yang laporan pertanggungjawabannya fiktif.
Surat pertanggungjawaban yang dibuat Iyan ini kemudian ditandatangani oleh Maryatun.
"Mereka secara bersama sama dalam pelaksanaan tugas penggunaan anggaran ternyata tidak sesuai dengan Surat Permintaan Pembayaran," ujar Nirwan.
(Baca juga: KPK Ingatkan Pemda Tak Jadikan APBD Ladang Korupsi)
Perbuatan tersebut merugikan negara Rp 1,1 miliar. Maryatun yang ditetapkan sebagai tersangak beberapa bulan lalu kemudian mengembalikan uang itu.
Namun, baik Maryatun maupun Iyan tetap dijerat Pasal 2 subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.