JAKARTA, KOMPAS.com - DPRD DKI Jakarta mengusulkan skema penghitungan tunjangan kinerja daerah (TKD) untuk setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD) di Pemprov DKI Jakarta dirombak.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif mengatakan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi DPRD DKI Jakarta mengusulkan perombakan skema penghitungan TKD.
"Latar belakangnya ada SKPD UKPD yang bobot kerjanya berbeda satu dengan yang lain," ujar Syarif saat dihubungi, Minggu (24/9/2017).
Syarif mencontohkan, TKD antara lurah, camat, dan pegawai negeri sipil (PNS) di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) hanya berbeda sedikit. Padahal, beban kerja mereka berbeda.
Pada Sabtu dan Minggu, lanjut Syarif, lurah dan camat tetap harus bekerja mengurusi wilayahnya. Sementara PNS di PTSP libur pada Sabtu-Minggu.
Baca: APBD-P DKI 2017 Kurang Rp 537 Miliar, Sekda Minta SKPD Sisir Program
Contoh lainnya yakni tidak adanya perbedaan TKD antara PNS di Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (PKP) dengan SKPD lain. Padahal, beban kerja PNS di Dinas PKP lebih berat dibandingkan dengan PNS di SKPD lain.
"Petugas damkar (pemadam kebakaran) yang PNS itu kan juga tidak mengenal libur, kemudian beban kerjanya menghadapi api, tingkat risikonya tinggi. Mengapa (TKD) sama dengan yang lain? Nah dari situlah muncul pemikiran untuk mengubah skema TKD," kata Syarif.
Selain perbedaan beban kerja, Syarif juga menjelaskan penyerapan anggaran tiap SKPD yang berbeda. TKD PNS di SKPD yang penyerapan anggarannya tinggi seharusnya berbeda dengan TKD PNS yang penyerapan anggarannya rendah.
Baca: Supaya Fair, Djarot Ingin Tunjangan Dewan Pakai Sistem TKD
Menurut Syarif, penyerapan anggaran sebenarnya sudah menjadi salah satu indikator penghitungan TKD sejak 2016. Namun, persentasenya masih kecil.
"Kalau untuk serapan anggaran sayang juga baru dikasih poin 20 dari 100 persen. Mestinya, serapan anggaran paling tidak 30 persen dari prosentase," ucapnya.
Untuk merombak skema TKD, Syarif menyebut ada lima variabel yang harus diteliti, yakni daftar urutan kepangkatan (DUK), eselon, masa kerja, tantangan dan risiko pekerjaan, serta serapan anggaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.