Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Bea Cukai Terapkan Pajak Barang Mahal dari Luar Negeri

Kompas.com - 25/09/2017, 12:49 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Dalam video yang beredar beberapa waktu lalu, seorang penumpang mengeluhkan bea masuk yang cukup tinggi untuk barang bawaannya dari luar negeri.

Sejumlah warganet yang menyaksikan video tersebut juga mempertanyakan nilai pajak untuk tiap barang mahal yang dianggap terlampau tinggi.

Menurut Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Erwin Situmorang, ketentuan itu tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188 Tahun 2010 tentang batasan harga barang yang dikenakan bea masuk.

Aturan yang berlaku sejak tahun 2010 itu membatasi barang bawaan penumpang dari luar negeri yang tidak dikenakan bea masuk.

Baca: Beli Tas di Luar Negeri, Bea Cukai Curigai Modus Pengusaha Online Shop

Barang-barang yang tak dikenakan bea masuk adalah yang berharga 250 dolar AS per individu dan 1.000 dolar AS per keluarga.

"Aturannya juga menyatakan sepanjang keperluan pribadi, misalkan baju yang dipakai, jam tangan sepanjang barang itu benar-benar barang dia, kebutuhan dia, itu keperluan pribadinya, sehingga di undang-undang itu dibebaskan dari bea masuk," kata Erwin saat dihubungi Kompas.com pada Senin (25/9/2017) pagi.

Menurut Erwin, banyak penumpang yang semestinya dikenakan bea masuk karena harga barang melebihi batas yang ditetapkan, mencoba berkompromi untuk tidak membayar pajak.

Para penumpang berdalih, mereka hanya membeli satu jenis barang dan mereka minta diloloskan karena masih banyak penumpang lain yang lebih mudah untuk dimintai pajak barangnya.

"Mereka pikir cuma satu orang enggak apa-apa diloloskan, kalau beribu-ribu orang berpikir seperti itu bagaimana? Padahal mereka enggak tahu, kalau mereka beli di luar negeri, itu mematikan industri dalam negeri loh, UKM kita, IKM kita, dan itu saudara-saudara kita yang jual di sini," tutur Erwin.

Dia mencontohkan kasus salah satu penumpang yang membeli ponsel di luar negeri yang disebut untuk keperluan pribadi sehingga bebas dari bea masuk.

Ketimbang membeli di luar negeri, menurut Erwin, lebih baik membeli ponsel jenis yang sama di dalam negeri karena sudah termasuk dengan pajak pertambahan nilai (PPN).

"Oke, kalau enggak dijual lagi dan dipakai di dalam negeri. Kalau dipakai di dalam negeri, berarti di sana enggak bayar pajak kan, beli di duty free kan. Kalau enggak pungut pajak di sini, akan merugikan suplier ponsel di sini kan," ujar Erwin.

Baca: Ini Modus Pengusaha Online Shop Hindari Pajak yang Tercium Bea Cukai

Terlepas dari argumen itu, Erwin memastikan petugasnya selalu menegakkan aturan tersebut berdasarkan patokan yang jelas, seperti mekanisme profiling penumpang yang dicurigai sudah sering keluar negeri dan kembali membawa barang-barang bermerek untuk dijual lagi.

Serta pembuktian melalui mesin x-ray, di mana barang belanjaan seakan-akan dibeli untuk pribadi tetapi lengkap dengan kotak, dus, dan invoice yang disimpan di dalam koper untuk digabungkan kembali saat dijual di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com