JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir satu bulan, kasus meninggalnya bayi Tiara Debora di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres bergulir. Pada 3 September 2017, bayi Debora diantar keluarganya ke rumah sakit itu dengan kondisi pernafasan yang tersumbat sehingga mengalami sianosis atau tubuh membiru.
Saat akan dipindahkan ke ruang pediatric intensive care unit (PICU), orangtua Debora diminta membayar uang muka oleh pihak rumah sakit. Padahal, uang muka tidak perlu dilakukan karena Debora memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Atas kasus itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta membentuk tim investigasi untuk melakukan audit medis dan audit manajemen di RS Mitra Keluarga Kalideres yang diisi lembaga profesi Ikatan Dokter Indonesia.
Dari audit medis, dokter IGD di RS Mitra Keluarga Kalideres disebut sudah melakukan penanganan medis dengan baik terhadap Debora.
"Pasien datang dengan kondisi berat dengan diagnosis sepsis dan setelah dilakukan perhitungan skoring dengan pediatric logistic organi dysfunction didapatkan skor 30 dengan predicted death rate atau kemungkinan meninggal sebesar 79,6 persen," ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto, di Kantor Dinas Kesehatan DKI, Jalan Kesehatan, Senin (25/9/2017).
(baca: Debora Disebut Datang ke RS dalam Kondisi Berat dan Kemungkinan Meninggal 79 Persen)
Dengan kondisi seperti itu, dokter IGD disebut telah melakukan berbagai tindakan medis. Dokter IGD juga telah berkonsultasi dengan dokter ahli terkait tindakan medis yang akan diambil.
"Dokter UGD telah melakukan tata laksana kegawatdaruratan sesuai standar profesi dan kompetensi dokter Indonesia," ujar Koesmedi.
Meski demikian, hasil audit manajemen tidak lebih baik dari audit medis. Tim investigasi menyimpulkan bahwa direktur RS Mitra Keluarga Kalideres kurang memahami peraturan perundangan terkait rumah sakit.
Hal ini berkaitan dengan sikap rumah sakit yang meminta uang muka kepada orangtua Debora.
Padahal, pasien gawat darurat tidak boleh dimintai uang muka dan tidak boleh dirujuk hingga kondisinya stabil.
Sayangnya, tidak ada pelatihan terhadap direksi dan pimpinan rumah sakit agar mereka memahami perundangan tentang rumah sakit. Selain itu juga tidak ada pelatihan untuk memperbaiki mutu pelayanan.
"Kesimpulannya rumah sakit belum membuat regulasi tata kelola rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Koesmedi.
Sanksi
Dari rekomendasi tim investigasi atas dua audit tersebut, Koesmedi membuat beberapa kesimpulan yang menjadi sanksi untuk RS Mitra Keluarga Kalideres. Akibat kesalahannya, PT Ragam Sehat Multifita sebagai pemilik RS Mitra Keluarga Kalideres harus merombak jajaran manajemen hingga pimpinan di RS Mitra Keluarga Kalideres.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.