JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Pulau Pari di Kepulauan Seribu yang lahir dan besar di pulau tersebut sama sekali tidak menduga bahwa kehidupannya akan terusik di sana. Edi Mulyono, warga pulau itu, mengatakan selama ini masyarakat hidup damai.
"Selama saya hidup di sana, baru beberapa tahun ini terjadi konflik soal lahan di Pulau Pari. Selama saya sekolah dan besar di sana, tidak pernah ada konflik itu," kata Edi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Selasa (4/10/2017).
Konflik yang dimaksud Edi adalah perebutan lahan antara warga dengan PT Bumi Pari Asri. Warga Pulau Pari mengaku sudah menghuni pulau itu turun-temurun sehingga berhak memiliki lahan tempat tinggal mereka. Namun, warga mengakui tidak memiliki dokumen legal seperti sertifikat yang bisa membuktikan kepemilikan lahannya.
Warga mengatakan, tiba-tiba PT Bumi Pari Asri muncul dan mengklaim telah membeli lahan pulau itu bertahun-tahun lalu. Perusahaan tersebut merasa pulau itu adalah miliknya.
Baca juga: Warga Pulau Pari Protes, Renovasi Rumah Sendiri Dilarang oleh PT Bumi Pari Asri
Masalah kepemilikan lahan itu berkembang pada persoalan lain. Warga Pulau Pari merasa terintimidasi dan dikriminalisasi di tanah kelahiran mereka sendiri. Mereka menduga intimidasi itu berkaitan dengan perebutan lahan.
Warga lalu mengadukan masalah itu kepada Komisi A DPRD DKI Jakarta. Komisi A mempertemukan warga dengan jajaran Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu, PT Bumi Pari Asri, Kantor Pertanahan, dan polisi.
"Kami takut hak atas ruang hidup kami di sana hilang. Kami harap ada wakil rakyat di sini yang bisa membantu rakyatnya yang tertindas," kata Edi.
Dipidana
Ada sebuah pantai yang menjadi daya tarik wisata di Pulau Pari, yaitu Pantai Perawan. Ketua RW 04 di daerah itu, Sulaiman, mengatakan pantai tersebut dikelola masyarakat sekitar sejak lama, tanpa campur tangan pemerintah. Warga membuat kelompok pengelola sendiri, khusus untuk mengurus pantai itu.
Hal itu kini menjadi masalah. Sejumlah warga Pulau Pari yang mengelola pantai itu dipidana dengan tuduhan melakukan pungutan liar.
"Tiga orang dikatakan pungli dan sekarang malah disebut dengan pemerasan, kasusnya sudah sampai pledoi. Itu buntut perebutan lahan antara warga dan perusahaan, Pak," ujar Sulaiman.
Ada juga warga yang terkena kasus hukum dan dipenjara beberapa bulan. Setelah bebas, warga tersebut kembali dipidana dengan pasal penyerobotan pekarangan orang lain dan diancam hukuman 4 tahun penjara.
Sulaiman merasa semua itu merupakan intimidasi berupa kriminalisasi terhadap warga. Kriminalisasi, kata dia, karena ada masalah perebutan lahan antara warga dan PT Bumi Pari Asri.
Lihat juga: Bupati Kepulauan Seribu Pastikan Tak Ada Intimidasi terhadap Warga Pulau Pari
Namun hal itu dibantah Kasat Intel Polres Kepulauan Seribu AKP Awi, yang mengatakan semua proses hukum dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Dia membantah adanya kriminalisasi terhadap warga.