Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Purwati, Pedagang Kopi Keliling yang Memilih Tidur di Pinggir Selokan

Kompas.com - 09/10/2017, 09:27 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Purwati (45), ibu dari Monica (14) yang terpilih sebagai narasumber di perhelatan World Health Organization (WHO) di Kanada, selama kurang lebih dua tahun terakhir menghabiskan siang dan malamnya di pinggir got pertigaan Jalan Gandasuli, Kramat, Senen, Jakarta Pusat.

Purwati mengatakan penghasilannya sebagai tukang kopi keliling tak cukup untuk mengontrak rumah.

"Saya diminta orang jualan kopi di rumah, kadang keliling, kadang disuruh nyuci, nanti dapet makan, sehari biasanya paling dapet Rp 20.000-Rp 40.000," kata Purwati, Jumat (9/10/2017).

Purwati mengatakan ia tidur di jalan sejak rumah gubuknya di Jalan Dahlia yang terletak tak jauh dari Jalan Gandasuli, digusur pada 2013 silam.

Gubuk Purwati di pinggir rel dianggap menduduki jalur hijau. Saat itu ia hanya menerima sepucuk surat dari Kantor Kelurahan. Para warga yang tergusur sebagian dipindah ke Rusun Tambora. Purwati mengaku tak dapat jatah unit rusun.


Baca: Purwati, Pedagang Kopi Keliling yang Anaknya Berangkat ke Kanada 

Ia kemudian hidup lantang-luntung bersama anak bungsunya Subehi (11). Purwati mengaku sempat diberi tempat tinggal oleh Lurah saat itu, namun tak betah dan akhirnya pergi.

Ia juga sempat merantau ke Yogyakarta dan bekerja di sana namun juga tak betah. Purwati memilih tinggal di jalan.

Setelah kisahnya diketahui pihak Kementerian Sosial, pada Jumat (6/10/2017) malam pukul 22.30, Purwati dan Subehi akhirnya diboyong ke Rumah Sosial Perlindungan Anak (RSPA) Bambu Apus.

Purwati, pedagang kopi keliling tidur di pinggir selokan di Jalan Gandastuli, Jakarta Pusat bersama anaknya, Subehi.Dok. Relawan Tim Reaksi Cepat Kemensos Purwati, pedagang kopi keliling tidur di pinggir selokan di Jalan Gandastuli, Jakarta Pusat bersama anaknya, Subehi.

Tak hanya Purwati

Sebelum Purwati pergi, Kompas.com menyambangi keluarga Purwati. Sebagian besar dari mereka ternyata masih bertahan di Jalan Dahlia, dengan kondisi yang tak jauh lebih baik dari Purwati.

As'ad misalnya, paman Purwati yang kerap dipanggilnya dengan 'Uwa' ini hidup di pinggir jalan beralaskan papan dan spanduk bekas sebagai tenda. Kondisinya sudah lemah, tak mampu bekerja.

Baca: Purwati Mengaku Nyaman Tidur Beralaskan Kardus di Pinggir Selokan 


Mereka sempat meminta Purwati dan Subehi tinggal bersama mereka, namun Purwati memilih berjuang sendiri.

Selain As'ad, ada bibi, keponakan, dan kakak Purwati yang hidup serupa. Mereka bekerja sebagai pemulung di daerah Senen.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com