JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) perintahkan stop kebijakan swastanisasi air di Jakarta. MA menilai swastanisasi air itu telah melanggar Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) karena membuat perjanjian kerja sama dengan pihak swasta.
"Pasca adanya perjanjian kerja sama swastanisasi tersebut pelayanan terhadap pengelolaan air bersih dan air minum warga di DKI Jakarta tidak meningkat dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas," demikian petikan dalam amar putusan Nomor 31 K/Pdt/2017 sebagaimana dikutip Kompas.com dari laman MA, Rabu (11/10/2017).
Selain itu, swastanisasi air tersebut membuat PAM Jaya kehilangan pengelolaan air minum karena dialihkan kepada swasta. MA memerintahkan Pemprov DKI Jakarta memutuskan hubungan kontrak dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Baca: MA Diharapkan Tolak Banding Pemprov DKI soal Swastanisasi Air
Dengan adanya swastanisasi air, para tergugat telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia atas air terhadap warga negaranya, khususnya masyarakat DKI Jakarta.
"Menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta dalam wujud pembuatan perjanjian kerjasama (PKS) tertanggal 6 Juni 1997 yang diperbaharui dengan perjanjian kerjasama (PKS) tanggal 22 Oktober 2001 yang tetap berlaku dan dijalankan hingga saat ini," demikian bunyi amar putusan itu.
MA juga menyatakan para tergugat telah merugikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan masyarakat DKI Jakarta. Melalui amar putusannya, MA memerintahkan para tergugat untuk melakukan beberapa hal, yakni:
1. Menghentikan kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI.
2. Mengembalikan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
3. Melaksanakan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005 juncto Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 Hak Atas Air Komite Persatuan Bangsa-Bangsa Untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Gugatan yang diajukan warga pada 2011 itu diputuskan di tingkat kasasi oleh MA pada 10 April 2017 oleh hakim ketua Nurul Elmiyah serta dua hakim anggota Panji Widagdo dan Sunarto.
Namun, amar putusan itu baru diunggah ke laman MA, https://putusan.mahkamahagung.go.id/, pada Selasa (10/10/2017). Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah membenarkan putusan tersebut.
"Iya memang benar tanggal 10 April 2017. Di amarnya perintahnya hakim apa, itu yang harus dilaksanakan," ujar Abdullah saat dihubungi Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.