JAKARTA, KOMPAS.com - Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta untuk tetap mengikuti tahapan hukum yang semestinya sebelum mengeksekusi lahan untuk pembangunan mass rapid transit (MRT).
Hal itu dikemukakan pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alldo Fellix Januardy, saat menanggapi kesepakatan antara pemilik lahan di Jalan Haji Nawi bernama Mahesh dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, pada pekan lalu.
"Untuk proses relokasi di Jalan Haji Nawi, bila pemerintah tidak menunggu selesainya proses hukum dan tetap merelokasi masyarakat, maka pemerintah melakukan penggusuran paksa," kata Alldo saat dihubungi Kompas.com, Minggu (22/10/2017).
Menurut Alldo, dari catatan LBH Jakarta, Pemprov DKI selama ini selalu melakukan penggusuran paksa. Dikategorikan sebagai penggusuran paksa karena relokasi atau pembebasan lahan tetap dilaksanakan sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.
Baca juga : Tak Sampai Sejam, Anies Bersepakat dengan Pemilik Lahan Haji Nawi
"Pemerintah tidak dapat melakukan eksekusi lahan secara sepihak tanpa menunggu putusan pengadilan. Hal itu dijamin di Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum. Bila hal tersebut tetap dilakukan, pemerintah telah melakukan pelanggaran hukum," ujar Alldo.
Dia menyinggung model pemerintahan gubernur terdahulu, mulai dari Sutiyoso hingga Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang dinilai tidak pernah mengikuti prosedur yang seharusnya, yakni melalui tahapan hukum. Walaupun pemerintah menyediakan rumah susun sebagai kompensasi pembebasan lahan, Alldo melihat hunian itu belum bisa mensejahterakan warga terdampak.
"Terhadap pembebasan lahan baru-baru ini, Anies-Sandi saya harapkan dapat mengubah pendekatan dari para Gubernur DKI Jakarta terdahulu. Mereka harus menghindari penggusuran paksa dan jika relokasi dilakukan, wajib dengan kesepakatan masyarakat setelah melalui musyawarah dan memastikan masyarakat terdampak pembangunan tersebut tidak mengalami penurunan kesejahteraan setelahnya," kata Alldo.
Proses hukum di Mahkamah Agung terkait harga lahan untuk proyek MRT di Jalan Haji Nawi masih berlangsung. Belum ada keputusan terkait keinginan Pemprov DKI Jakarta yang menawarkan tanah Rp 30-33 juta per meter persegi dengan keinginan sebagian besar warga yang meminta tanahnya dihargai Rp 140-150 juta per meter persegi.