JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menggerebek sebuah pabrik di kawasan Burangkeng, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, karena diduga telah memproduksi pupuk palsu. Dalam penggerebekan yang dilakukan pada Senin (23/10/2017) pekan lalu itu, polisi menemukan seratus ton lebih pupuk palsu.
"Kami temukan ada 110 ton, yang terdiri dari 20 ton siap kirim ke Lampung dan Sumatera, 30 ton di dalam pabrik sudah bercapkan merek pupuk asli, sisanya bahan baku pupuk 50 ton," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Adi Deriyan, di lokasi, Selasa (31/10/2017).
Adi mengatakan, penggerebekan pabrik milik PT BSJ itu dilakukan setelah pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat. Pabrik itu sudah beroperasi selama dua tahun itu.
"Pabrik ini memproduksi pupuk palsu bermerek NPK Phospate, SP.36, NPK Utama Phoska dan Maxus. Mereka membuat dengan bahan baku kapur, pewarna, dan garam," kata dia.
Baca juga : Diduga Produksi Pupuk Palsu, Pabrik di Sukaraja Digerebek Polisi
Adi menambahkan, para pelaku mengemas pupuk tersebut dengan karung pupuk merek ternama. Namun, isi kandungan pupuk tersebut tak sesuai dengan komposisi yang tertera di kemasannya.
"Tapi (pupuk palsu) ini tidak beri manfaat apapun untuk tanaman. Sedangkan harapan petani kan kasih pupuk agar lebih baik tanamannya," kata Adi.
Adi menjelaskan, masyarakat cukup mudah membedakan mana pupuk asli dengan yang palsu. Pupuk palsu itu bisa dibedakan hanya dengan dilihat secara kasat mata.
"Warna pupuk SP.36 palsu condong ke warna hijau. Sedangkan pupuk asli warnanya cerah dan warna abu-abu. Sama dengan NPK yang palsu warnanya pink, padahal aslinya warna oranye," kata dia.
Menurut Adi, para pelaku menjual harga pupuk palsu lebih rendah dari harga pasaran. Pupuk palsu itu perkilogram dijual Rp 60.000. Pupuk asli dijual seharga Rp 120.000 perkilogram.
"Mereka bisa meraup untung sekitar Rp 12-15 juta perbulannya," ujarnya.
Polisi telah menangkap 8 orang. Namun, hanya AR (38) selaku pemilik pabrik yang ditetapkan menjadi tersangka.
AR dengan UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU No 7 Tahun 2014 tentang Pedagangan. Ancaman hukuman untuk dia adalah lima tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.