JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menemukan, penataan pedagang kaki lima (PKL) oleh Satpol PP DKI Jakarta rawan praktik maladministrasi.
Anggota Ombudsman Adrianus Meliala menyebutkan adanya empat maladministrasi, yaitu pengabaian, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, dan ketidakpatutan atas kerja sama dengan preman atau ormas tertentu.
"Kami turunkan 10 asisten kami untuk menelusuri enam lokasi PKL di Jakarta," kata Adrianus di kantornya, Kamis (2/11/2017).
Tim ombudsman RI beberapa kali menemukan fakta bahwa di Tanah Abang, Stasiun Manggarai, dan Stasiun Tebet, aparat Satpol PP tidak melakukan tindakan apapun kepada PKL yang berjualan tidak pada tempatnya. Padahal, aparatur Satpol PP tersebut jelas tengah melakukan pemantauan langsung di lokas.
Baca juga : PKL Mengaku Bayar Rp 5.000 Sehari atau Rp 1 Juta Setahun ke Preman di Tanah Abang
Pasal 25 Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum jelas-jelas menyebutkan: "Setiap orang badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan, den tempat umum di luar dari ketentuan yang telah ditetapkan."
Tim Ombudsman RI juga menemukan peran ketua RT disalahgunakan dengan memposisikan diri sebagai pemberi izin kepada PKL. Hal itu terjadi di sekitar Mall Ambassador. Dugaan aliran dana dari Ketua RT diduga kuat sampai pada oknum kelurahan dan kecamatan. Hal ini juga ditemui Ombudsman di Tanah Abang.
"Hampir pada semua tempat PKL yang berjualan bukan pada tempat peruntukkannya menyetorkan sejumlah uang kepada oknum aparat untuk menjamin keamanan dan dibolehkannya mereka berjualan," kata Adrianus.
Baca juga : Lulung Minta Satpol PP Tak Sita Barang Dagangan PKL Tanah Abang
Menurut Adrianus, pengawasan dan koordinasi di lingkungan pemerintah provinsi dalam penertiban PKL belum optimal. Penertiban tidak efektif karena banyak PKL yang tetap saja berjualan di tempat yang bukan peruntukannya.
"Selain itu dalam setiap rencana penertiban ada oknum aparatur yang melakukan komunikasi dengan pihak PKL untuk mengamankan diri tidak berjualan terlebih dahulu," ujar dia.
Adrianus menyarankan agar Gubernur DKI Anies Baswedan mengkaji dan menata sistem pengawasan kinerja Satpol PP guna mendorong efektivitas pengawasan secara berjenjang. Gubernur juga diminta menata PKL dengan menyalurkan mereka di lokasi binaan (lokbin) dan lokasi sementara (loksem).
"Gubernur juga bisa memerintahkan Inspektorat Pemprov DKI Jakarta untuk mendalami lebih lanjut temuan Ombudsman agar selanjutnya dilakukan penegakan disiplin," ujar Adrianus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.