JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membuat taman di tepi Kanal Banjir Timur (KBT), Cipinang Muara, Jakarta Timur. Saat Kompas.com menelusuri sepanjang tepi KBT yang rencananya akan dijadikan taman, terdapat pemandangan unik.
Beberapa petani terlihat sedang memanen hasil tanamnya di tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Seperti yang dilakukan oleh Muslim, seorang petani berusia 60 tahun yang tinggal di dekat KBT. Muslim sudah menjadi petani di tepi KBT selama dua tahun.
Sebelumnya, Muslim merupakan tengkulak yang biasa mengambil sayuran dari para petani.
"Sejak proyek kanal (pembangunan KBT) ini jadi saya mulai jadi petani. Sebelumnya dari tahun 1991 saya (jadi tengkulak) di Pasar Sore Kayu Tinggi," kata Muslim, saat ditemui di lokasi, Kamis (9/11/2017).
Muslim menanam kangkung untuk dijual ke pengepul. Dia mengaku dapat mengantongi uang sebesar Rp 250.000 dari hasil menjual kangkung ke tengkulak yang setiap pagi mendatangi gubuknya di tepi KBT. Ia bisa mendapat uang Rp 250.000 tiap dua hari.
"Bandar biasanya setiap pagi ambil (kangkung) ke sini. (harga kangkung) dari kami 20 ikat itu harganya Rp 5.000, kalau sampai warung mungkin (kangkung) dijual 3 ikatnya Rp 1.000," ujar Muslim sambil memanen kangkungnya.
Selain Muslim, Sanirah juga mengais rezeki dengan bercocok tanam di lahan milik Pemprov DKI itu.
Sanirah yang berasal dari Subang, Jawa Barat ini sudah hampir 3 tahun menanam kacang panjang di lahan tersebut.
"Saya berkebun di sini sama suami saya. Lumayan (pendapatannya) bisa buat kebutuhan sehari-hari," kata Sanirah seraya memberikan pupuk untuk tanaman kacang panjangnya.
Kemudian Casmadi terlihat memanen kangkung dengan membawa serta istri dan anaknya. Warga asal Indramayu ini menanam kangkung dan menjualnya ke tengkulak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia bisa mengantongi uang sebesar Rp 200.000 tiap dua hari.
"Cuma ini kerja yang gampang dan halal di Jakarta," kata Casmadi.
Para petani ini menyadari, lahan garapan yang mereka tanami sayuran merupakan lahan milik Pemprov DKI. Selain itu, mereka juga menyadari, sewaktu-waktu lahan garapan itu difungsikan untuk kepentingan publik.
"Ya kalau (lahan ini) digusur, kami cari lahan lain," kata Muslim menimpali.
"Harapan kami diberikan lahan yang bisa kami garap. Enggak kami miliki sepenuhnya pun enggak apa-apa, yang penting kami bisa berkebun," kata Sanirah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.