JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai sindiran dilontarkan para buruh untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno saat mereka berdemo dari luar Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (10/11/2017). Mereka menyindir sikap Anies dan Sandiaga saat ini yang dinilai tidak sesuai dengan janji masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
Khususnya terkait penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2018 sebesar Rp 3,6 juta.
"Kenapa kita berdiri di sini? Karena kita tidak menyangka. Masih ingat kawan-kawan kenapa kita kemarin dukung Anies dan Sandi?" ujar perwakilan buruh, Toha disambut sorak sorai rekan-rekannya.
Toha pun menyindir Sandiaga yang sempat ikut bergabung dan berdiri di atas mobil komando bersama buruh.
Baca juga : Bergabung dengan Massa Buruh, Sandi Naik Mobil Komando
"Kita enggak pernah pilih, kalau yang kita calonkan orang sakit ingatan," kata Toha.
Perwakilan buruh lainnya mengungkit kembali sikap gubernur-gubernur pendahulu Anies. Menurut mereka, semuanya sama-sama pembohong.
"Kalau mau pilkada blusukan, datang ke kampung-kampung, datang ke kampung saya tuh. Datang ke got-got nyemplung, datangi buruh cuma diskusi," kata buruh lainnya dalam orasi.
Baca juga : Sandi Sebut Banyak Buruh yang Merasa UMP DKI 2018 Cukup
Penetapan UMP 2018 menjadi titik awal kekecewaan para buruh terhadap Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Besaran UMP yang ditetapkan dinilai tidak sesuai keinginan mereka.
Anies menetapkan UMP 2018 sebesar Rp 3.648.035, naik 8,71 persen dari UMP 2017. Dalam menetapkan UMP itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan undang-undang lain.
Sedangkan keinginan buruh besar UMP 2018 adalah Rp 3,9 juta. Ketika demo berlangsung, mereka membawa spanduk besar berisi kontrak politik yang telah ditandatangani Anies-Sandi saat kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
Baca juga : Buruh Kecewa dengan Anies-Sandi yang Teken UMP Rp 3,6 Juta