JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator investigasi Ombusdman RI, Nyoto Budianto, mengatakan, preman yang menjadi penghubung transaksi antara oknum Satpol PP DKI Jakarta dan pedagang kaki lima merupakan komunitas yang telah terbentuk cukup lama.
Sebelumnya, Ombusdman melakukan pemantauan di tujuh daerah yang rawan PKL guna melihat apakah terjadi malaadministrasi yang dilakukan Satpol PP.
Hasilnya, ditemukan ada indikasi kerja sama antara oknum Satpol PP dan preman untuk melakukan pungutan liar kepada PKL.
Nyoto mengatakan, preman atau dalam istilah para PKL disebut pengurus merupakan komunitas lokal atau kelompok pendatang yang merasa memiliki kekuasaan mengatur wilayah tersebut.
Baca juga: Ombudsman Temukan PKL Bayar Rp 500 Ribu hingga Rp 8 Juta ke Satpol PP
"Ada beberapa komunitas, tetapi globalnya pengurus. Jadi, ada komunitas setempat, lokal, ada pendatang yang menguasai. Mereka punya power dan mereka enggak operasi satu orang," ujar Nyoto.
Ombusdman melakukan pemantauan selama dua pekan di Pasar Tanah Abang, kawasan Stasiun Tebet, Setia Budi Menara Imperium, kawasan Jatinegara, Setia Budi Perbanas, dan kawasan Stasiun Manggarai.
Baca juga: Ombudsman Sebut Preman Jadi Perantara Oknum Satpol PP dan PKL
Nyoto mengatakan, dari pemantauan yang dilakukan di tujuh wilayah itu, belum ditemukan keterkaitan antara kelompok preman di satu wilayah dan preman di wilayah lain. Namun, preman tersebut memang membuat komunitas dan tidak bekerja sendiri.
Terindikasi juga preman yang disebut pengurus merupakan bagian dari organisasi massa (ormas) tertentu.
"Mereka enggak operasi satu orang, dia enggak single fighter. Dia punya komunitas, apakah ada legal hukum atau hanya ngumpul-ngumpul, lalu buat komunitas," ujar Nyoto.
Baca juga: Ombudsman Temukan Oknum Satpol PP DKI Tarik Pungli ke PKL