JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menduga tidak ada perintah bagi personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan razia terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang menempati beberapa fasilitas publik seperti trotoar.
Hal itu didapatkan Ombudsman dari investigasi yang dilakukan di beberapa lokasi seperti Tanah Abang, Stasiun Manggarai, Stasiun Tebet, kawasan Setiabudi, dan sekitar Mal Ambassador.
Anggota Ombudsman Adrianus Meliala menyebut, ada empat malaadministrasi yang ditemukan 10 investigator Ombudsman.
Keempat malaadministrasi yang melanggar perundang-undangan adalah pengabaian PKL berjualan tidak pada tempatnya, penyalahgunaan wewenang dengan malah memfasilitasi PKL, pungutan liar, dan ketidakpatutan atas kerja sama dengan preman atau ormas tertentu.
Menurut Ombudsman, Satpol PP tidak menjalankan Pasal 25 Perda Nomor 8 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa bahwa setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan, dan tempat umum di luar ketentuan yang telah ditetapkan.
Hal itu kemudian membuat Satpol PP tidak berfungsi sesuai tugasnya yang tercantum dalam Pasal 5 PP Nomor 6 Tahun 2010. Adapun pasal tersebut berbunyi bahwa Satpol PP berfungsi untuk menegakkan Perda dan ketentuan Kepala Daerah.
Maka dari itu, Ombudsman menyarankan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja Satpol PP.
"Ombudsman dalam hal investigasi tersebut menyarankan kepada Gubernur DKI untuk melakukan review serta penataan sistem pengawasan kinerja Satpol PP untuk mendorong efektivitas pengawasan secara berjenjang sehingga terdapat kontrol antara tugas di lapangan dengan bahan evaluasi oleh atasan Satpol PP dan Pengawas Internal," kata Adrianus.