JAKARTA, KOMPAS.com - Pembelian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) dan lahan di Cengkareng Barat, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga kini masih menyisakan soal. Masalah legal yang belum beres membuat kedua lahan itu belum dapat digunakan untuk fasilitas publik.
Lahan Sumber Waras rencananya akan dibangun menjadi rumah sakit kanker pertama yang dikelola DKI Jakarta. Sedangkan di atas lahan Cengkareng Barat akan dibangun rumah susun (rusun).
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, mengatakan pembelian dua lahan itu menjadi rintangan utama pihaknya dalam upaya meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut BPK, pada kasus pembelian lahan Sumber Waras punya potensi kerugian negara Rp 191 miiar. BPK menilai ada kelebihan pembayaran dalam transaksi jual beli antara YKSW dan Pemprov DKI Jakarta.
Baca juga : Tunggu Kejelasan Sumber Waras, Sandi Janjikan Rumah Singgah untuk Penderita Kanker
Pada masa pemerintahan Gubernur Djarot Saiful Hidayat, Pemprov DKI Jakarta telah melayangkan surat tagihan kepada pihak yayasan. Namun hingga kini, Pemprov DKI dan YSKW tak kunjung menemui kata sepakat. YSKW menolak mengembalikan dana Rp 191 miliar tersebut.
Upaya penagihan diteruskan di pemerintahan Sandiaga Uno. Sandi mengatakan tak akan memulai proyek RS Kanker DKI jika status tanah belum tuntas. Sementara kebutuhan pelayanan kesehatan kanker di Jakarta sudah sangat mendesak.
Sandi berjanji akan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk membangun rumah singgah bagi para penderita kanker sembari menunggu penyelesaian masalah hukum lahan untuk RS Kanker DKI.
"Kami akan bekerja sama dengan beberapa penyedia. Kemarin sudah ada pembicaraan di Jakarta Marathon dengan Rumah Anyo (rumah anak penderita kanker), di mana kami coba menggalang dana agar bisa menyediakan rumah singgah bagi warga tidak mampu untuk menunggu waktu di-treatment untuk kemoterapinya," ujar Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (4/11/2017).
Sama halnya dengan proyek pembangunan RS Kanker DKI, proyek pembangunan rusun di lahan Cengkareng Barat sementara dibatalkan.
Pemprov DKI Jakarta membeli lahan seluas 4,6 hektare di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat melalui Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta (sekarang bernama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta) pada 2015 seharga 668 miliar dari Toeti Noezlar Soekarno.
Pembelian itu menjadi masalah ketika BPK menemukan bahwa lahan itu juga terdata sebagai milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DPKPKP).
Baca juga : DKI Layangkan Tagihan Pengembalian Dana Pembelian Lahan Cengkareng
Karena itu, BPK menilai ada indikasi kerugian negara saat proses pembelian tersebut. Penyelidikan kasus lahan Cengkareng Barat kemudian mulai dilakukan Bareskrim Polri sejak 27 Juni 2016.
Dalam kasus ini, Pemprov DKI Jakarta mengaku telah melayangkan surat tagihan kepada pihak penjual lahan.
Sandi mengatakan punya rencana jika kerugian negara dalam pembelian lahan di Cengkareng, itu telah lunas dibayarkan pihak ketiga. Ia akan melakukan pereklasan. Pereklasan merupakan langkah pemindahan suatu aset ke plot aset milik Pemprov lainnya yang dilakukan karena berbagai sebab.
"Setelah itu (tagihan dibayar) akan direklas, account-nya direklas dari asetnya Dinas Perumahan dipindahkan (sepenuhnya) ke Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DPKPKP)," ujar Sandi, Rabu.
Kedua upaya penagihan itu, kata Sandi, ditempuh atas rekomendasi BPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.