JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alldo Felix Januardy mengajukan praperadilan melawan polisi atas kasus dugaan penganiayaan yang dialami dirinya di Bukit Duri pada 12 Januari 2016 silam.
Alldo menjelaskan pihaknya bersama LBH Jakarta, KontraS, dan Komunitas Ciliwung Merdeka mengajukan praperadilan lantaran ia menerima Surat Penghentian Penyidikan (SP3) beberapa waktu lalu.
"Oktober 2017 tiba-tiba saya menerima SP3, kasusnya dihentikan karena kurang bukti," kata Alldo ketika dikonfirmasi, Kamis (4/1/2018).
SP3 tersebut tertanggal 8 Mei 2017 dan ditandatangani oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan kala itu, Kombes Iwan Kurniawan. Alldo menyebut penghentian penyelidikan dengan alasan kurang bukti itu janggal. Pasalnya, bukti penganiayaan itu menurut Alldo, sudah jelas terjadi.
"Ada saksi delapan orang kemudian kacamata yang pecah, HP retak juga ditambah foto sama video yang diliput teman-teman media, jadi buktinya lebih dari cukup," ujar Alldo.
Baca juga : Permasalahkan Penertiban Bukit Duri, Anggota LBH Jakarta Terluka di Wajah
Kasus ini bermula pada 12 Januari 2016 ketika Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan menggusur permukiman Bukit Duri. Ketika itu, Alldo menjadi kuasa hukum warga.
Saat eksekusi, Alldo meminta aparat untuk menghentikan penggusuran sebab proses gugatan warga masih berjalan. Di tengah upaya menghalangi penggusuran, Alldo ditarik, dicekik, dan dipukul oleh anggota polisi dan Satpol PP.
Ia juga mengaku dijatuhkan ke tanah dan ditarik paksa sejauh kurang lebih dua puluh meter dengan disaksikan oleh banyak orang. Akibatnya Alldo menderita memar-memar pada tubuh, kacamatanya dan telepon genggamnya pecah.
Alldo juga diancam akan ditangkap jika menghalangi proses penggusuran yang tengah terjadi pada waktu itu. Ada banyak foto yang beredar di internet mengabadikan kejadian tersebut.
Baca juga : Genderang dan Tangis di Pembongkaran Bukit Duri
Peristiwa ini dilaporkannya ke Polda Metro Jaya. Ia kemudian didampingi penyidik untuk visum. Tiga bulan kemudian, kasusnya dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan. Namun kasusnya mandek dan akhirnya dihentikan.
Permohonan praperadilan untuk melanjutkan kasus ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 3 Januari 2018 kemarin. Kapolda Metro Jaya juga diseret sebagai Turut Termohon Praperadilan I dan Kapolri sebagai Turut Termohon Praperadilan II.
"Ini preseden buruk terhadap penegakan hukum. Pelaku kekerasan malah sekaan dilindungi, punya impunitas. Padahal korbannya adalah praktisi hukum, bagaimana yang orang awam?" ucap Alldo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.