JAKARTA, KOMPAS.com - Para sukarelawan pengatur lalu lintas (supeltas) masih menunggu kepastian honor yang akan mereka dapatkan setelah resmi menjadi supeltas.
Jaka, supeltas yang mangkal di putaran Cideng, Jakarta Pusat mengatakan, belum ada kepastian dari pihak kepolisian bahwa mereka akan mendapatkan honor seperti yang mereka dengar sebelumnya. Padahal, Jaka dan para supeltas lainnya mulai bekerja sejak Oktober 2017.
"Gosip-gosipnya katanya mau digaji. Sudah empat bulan, ini sudah Januari, tetapi belum ada apa-apa," ujar Jaka kepada Kompas.com, Jumat (5/1/2018).
Baca juga : Cerita Pak Ogah Hampir Ditabrak Mobil Mewah hingga Ditendang
Jaka mengatakan, sebelumnya para supeltas, termasuk dirinya, dijanjikan akan mendapat honor jika mau bekerja sebagai supeltas.
Jaka mendengar selentingan honor yang akan didapatkan setara upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta, yakni Rp 3,64 juta.
Upah tersebut diberikan dengan syarat para supeltas atau yang biasa disebut "pak ogah" itu tidak meminta uang dari para pengendara.
Mendengar hal itu, Jaka dan para "pak ogah" lainnya tertarik hingga akhirnya mendaftarkan diri sebagai supeltas.
Jaka mengatakan, saat ini dia dan sejumlah rekannya masih taat untuk tidak meminta uang atau "ngecrek" kepada para pengendara yang melintas.
Namun, ada sejumlah rekannya yang akhirnya melepas seragam supeltas yang dikenakan dan kembali menjadi "pak ogah" yang meminta uang di persimpangan.
Jaka menilai, hal itu karena rekan-rekannya tak lagi mendapat pemasukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Jika biasanya para "pak ogah" bisa mendapat uang minimal Rp 50.000 dalam sehari, selama menjadi supeltas, para "pak ogah" paling tinggi mendapatkan uang sebesar Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per harinya.
Begitu pula dengan Jaka. Dia sempat dituduh istrinya telah mendapat honor dari pekerjaannya sebagai supeltas, tetapi menggunakan uang itu untuk hal negatif.
Dia berharap, ada kepastian dari pihak kepolisian maupun pemerintah terkait janji honor yang mereka dapatkan untuk menafkahi keluarga.
"Kami berharapnya digaji. Okelah makan sehari-hari bisa ditanggung, tapi kontrakan kami bagaimana? Istri saya dua bulan saya jadi supeltas ditanyain gaji ke mana. Saya bilang belum digaji. Eh dia tuduh uangnya habis karena main perempuan," ujar Jaka.
Supeltas lainnya, sebut saja Dani, berharap para supeltas juga mendapatkan asuransi kecelakaan.