JAKARTA, KOMPAS.com - Para sejarawan menjawab pernyataan Juru Bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla Husain Abdullah terhadap mereka terkait polemik penggusuran Rumah Cimanggis. Ketua Umum Depok Herittage Community Ratu Farah Diba membantah bahwa mereka baru sekarang memerhatikan Rumah Cimanggis seperti yang disampaikan Husain.
Farah mengatakan Komunitas Sejarah Depok pernah membuat petisi "Selamatkan Situs Sejarah Rumah Cimanggis Depok Abad 18" dalam situs change.org pada Desember 2017.
Selain itu, komunitas ini juga melakukan Gowes Bareng dengan tema #SelamatkanRumahCimanggis pada Januari 2018. Jika Husain mengetahui itu, kata Farah, tentu bahwa sejarawan telah lama memerhatikan rumah itu.
Baca juga : JK Anggap Rumah Cimanggis Tak Layak Jadi Situs Sejarah, Ini Kata Sejarawan
"Pendaftaran ke BPCB Serang itu pun tindak lanjut dari kerja mengiventarisasi situs sejarah di Depok yang kami lakukan pada 2012," tambah Farah.
Farah mengatakan seharusnya mereka tidak perlu repot melakukan hal ini kalau pemerintah menjalankan UU Cagar Budaya.
Dalam UU tersebut, kata Farah, tertulis bahwa negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.
"Kami para sejarawan dan masyarakat Depok tentu tidak perlu repot melakukan upaya-upaya memperhatikan, menginventarisasi, mengumpulkan informasi kesejarahan dan mendaftarkan situs sejarah jika pemerintah menjalankan amanah UU Cagar Budaya No. 10 tahun 2011," ujar Farah.
Anggota Komunitas Sejarah lainnya, Heri Syaefudin, juga mengomentari pernyataan Husain yang lain. Pernyataan yang dimaksud terkait Husain yang menyebut sejarawan baru meributkan Rumah Cimanggis setelah akan dibangun pusat peradaban Islam.
Baca juga : Rumah Cimanggis Peninggalan VOC Diusulkan Jadi Museum Sejarah Depok
Heri mengatakan justru mereka yang bertanya-tanya. Sebab tanpa ada sosialisasi terhadap warga Depok, tiba-tiba saja akan ada pembangunan UIII di sana.
"Padahal dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Depok kawasan RRI itu adalah RTH. Yang santer terdengar justru berita pada tahun 2015 kawasan itu oleh Walikota Nurmahmudi disosialisasikan sebagai arboretum atau hutan kota yang bisa menjadi paru-paru dunia," kata Heri.
Heri mengatakan rencana ini untuk memenuhi 30 persen kewajiban RTH di Depok. Sekaligus menjadi kawasan resapan air saat musim hujan tiba.
Padahal, menurut dia, Rumah Cimanggis sebelumnya kurang mendapatkan perhatian dari para sejarawan.
Belakangan, setelah akan dihancurkan untuk pembangunan UIII mendadak banyak sejarawan yang meminta pemerintah mempertahankannya.
"Menjadi pertanyaan, kenapa justru di saat kawasan sekitarnya akan dibangun pusat peradaban Islam, barulah diributkan," kata Husain.