"Jumlah kamar mandi pada area peturasan perempuan harus lebih banyak dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Apalagi, area masjid yang didatangi orang untuk beribadah, mengharuskan setiap orang berada dalam keadaan suci dan telah berwudhu."
Minggu, 28 Januari 2018, di Masjid Istiqlal digelar perhelatan luar biasa menarik, Hari Al-Quran. Menarik karena paling tidak dalam amatan saya yang sudah di sana sejak lewat tengah hari, iringan manusia yang masuk ke dalam masjid terus menyemut.
Sejak pagi, subuh malah, ketika saya bertanya ke beberapa pedagang yang hadir di sekitarnya, ribuan jamaah sudah memenuhi ruang utama masjid yang dibangun sejak 1951 dan berdiri sejak 1978 ini. Beberapa malah datang dengan bus-bus besar dari luar kota.
Selain temanya yang menjadi daya magnet: Bagaimana menghafal Al Quran dalam 30 Hari, kehadiran ustadz muda terkenal penghafal Al Quran, Adi Hidayat Lc, MA, memang menjadi sebabnya.
Semua muslim tentu berlomba ingin belajar menghafal dan mengamalkan kitab suci dalam keseharian kehidupan mereka. Sungguh tergetar menyaksikan begitu banyaknya keluarga, bukan cuma jamaah kelompok pengajian, yang datang memenuhi masjid terbesar di Indonesia.
Dan lebih tergetar lagi sukma setiap orang ketika Ustadz Adi yang usianya baru 32 tahun, pengenyam pendidikan pesantren Ponpes Darul Arqam Muhammadiyyah Garut dan meneruskan pendidikan tingginya di UIN Syarif Hidayatullah, dan kemudian mendapat beasiswa ke Libya.
Istiqlal yang megah
Masjid Istiqlal, menurut situs resminya, dibangun di atas area seluas 9,32 Ha, yang hanya 30 persen berupa bangunan, selebihnya taman dan area parkir. Sebagai tempat diselenggarakannya acara agama Islam dengan cakupan nasional, lambang kehidupan beragama dan ikon ibu kota negara ini, tentu semua orang sepakat.
Masjid yang arti harfiahnya adalah “Masjid Merdeka” ini, bukan cuma besar dalam artian sosok bangunan dan kemegahannya, namun juga menyimpan semangat merangkul keberagaman insan Indonesia dalam sejarahnya.
Dimulai pembangunannya pada zaman Presiden Soekarno tahun 1951, masjid yang digunakan pada 1978 ini diarsiteki oleh seorang Kristen Protestan: Ir. Frederich Silaban. Letaknya pun berdampingan dengan Gereja Katedral, salah satu gereja Katolik tertua di Jakarta yang berdiri sejak 1901.
Istiqlal dan Katedral memang sudah seringkali “bertolongan” bila masing-masing beracara besar. Contohnya, kedua tempat ibadah ikonik Jakarta ini biasa berbagi lahan parkir.
Daya tampung maksimalnya yang sampai 200.000 jamaah, juga membuat Masjid Istiqlal sanggup menjadi perekat dan pemersatu umat muslim Indonesia. Acara hari minggu itu menjadi contohnya.
Seperti saya perkirakan sebelumnya, jumlah jamaahnya hampir 10.000, dengan jamaah terjauh datang dari Ambon, Maluku.
Peturasan perempuan