JAKARTA, KOMPAS.com - Lebih kurang 20.000 buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dari Jabodetabek akan melakukan aksi di Istana Negara pada Selasa (6/2/2018) mendatang.
Aksi ini juga akan dilakukan serentak di berbagai kota lain, seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Batam, Yogjakarta, Aceh, Bengkulu, Lampung, Makassar, Gorotanlo, Manado, dan Bajarmasin.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, aksi 6 Februari nanti terkait melambungnya harga beras dan terus naiknya tarif dasar listrik yang mengakibatkan turunnya daya beli buruh.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Januari 2018, harga beras kualitas premium di penggilingan naik 4,96 persen menjadi Rp 10.350 per kilogram.
Harga beras kualitas medium di penggilingan naik 6,83 persen menjadi Rp 10.177 per kilogram dan harga beras kualitas rendah di penggilingan naik 5,20 persen menjadi Rp 9.793 per kilogram.
Sementara itu, besaran tarif listrik Januari hingga Maret 2018, rata-rata untuk pelanggan rumah tangga 450 VA yakni sebesar Rp 415 per kWh, sedangkan rumah tangga 900 VA tidak mampu sebesar Rp 586 per kWh.
Rumah tangga 900 VA mampu Rp 1.352 per kWh dan pelanggan nonsubsidi Rp 1.467 per kWh.
Baca juga : Sempat Ricuh, Demo Buruh Bongkar Muat Tuntut Transparansi di Koperasi
Iqbal menyampaikan, akan ada tiga tuntutan yang dibawa para buruh. Tuntutan tersebut terkait penurunan harga beras dan listrik, menolak upah murah, dan memilih pemimpin yang pro terhadap nasib buruh.
Tuntutan tersebut diharapkan segera direalisasikan pemerintah, karena jika Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak memenuhi tuntutan tersebut, eskalasi aksi buruh akan terus membesar hingga puncaknya pada 1 Mei 2018 dalam peringatan May Day.
"Aksi 6 Februari bukanlah aksi yang pertama dan terakhir. Jika Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak memenuhi tuntutan buruh, kami pastikan eskalasi aksi buruh akan terus membesar hingga puncaknya pada 1 Mei 2018 dalam peringatan May Day," kata Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (2/2/2018).
Menurut Said, dengan naiknya harga beras, listrik, dan masih adanya upah murah, daya beli buruh menurun dan kesejahteraan buruh pun terabaikan.
Semua itu, kata dia, disebabkan tidak adanya kebijakan tentang kedaulatan pangan dan energi yang murah.
"Bagaimana mungkin harga listrik yg di bayarkan buruh jauh lebih mahal dari biaya makan keluarga dan semua ini lebih diperparah dengan kebijakan upah murah melalui PP 78/2015," ucapnya.
Baca juga : Plt Gubernur DKI Pastikan Tidak Ada Demo Buruh di Balai Kota
Said menyampaikan, saat ini konsolidasi sudah dilakukan. Para koordinator aksi dari masing-masing daerah juga sudah menyatakan kesiapannya untuk memaksimalkan massa aksi.
"Kami sudah siap. Saya berharap tidak ada pemblokiran oleh aparat terhadap massa yang akan bergerak ke Jakarta," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.