JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus bom Thamrin, Aman Abdurrahman, didakwa menggerakkan orang melakukan berbagai aksi terorisme.
Salah satu aksi teror yang digerakkan Aman adalah peledakan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada awal 2016.
"Terdakwa merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anita Dewayani membacakan isi dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/2/2018).
Baca juga: Pelaku Peledakan Bom Thamrin 2016 Sasar Warga Asing
Teror yang digerakkan Aman, kata Anita, telah membuat banyak orang ketakutan dan menimbulkan korban massal.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut teror yang digerakkan Aman dilakukan dengan cara menghilangkan nyawa atau benda orang lain, menghancurkan objek vital, dan merusak fasilitas publik atau pun fasilitas internasional.
Aman menggerakkan orang melakukan teror dengan beberapa cara.
Baca juga: Aman Abdurrahman, Terdakwa Bom Thamrin Jalani Sidang Perdana
Salah satunya dengan sering memberikan ceramah atau kajian-kajian agama yang diambil dari buku atau kitab seri materi tauhid karangannya.
Ceramah itu dilakukan di beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, dan Samarinda.
"Antara lain membahas dan memberikan pemahaman kepada orang lain bahwa demokrasi termasuk syirik akbar yang bisa membatalkan keislaman seseorang," katanya.
Baca juga: Polisi Telusuri Keterlibatan WNI yang Ditangkap di Filipina dengan Teror Bom Thamrin
Dalam ceramahnya, lanjutnya, Aman menyampaikan salah satu yang termasik syirik demokrasi adalah menaati hukum buatan manusia.
Ceramah-ceramah yang disampaikan Aman sering dihadiri banyak orang.
Bahkan, ada pula orang yang rutin mendengarkan ceramah Aman melalui MP3.
Baca juga: Baru Bebas, Aman Abdurrahman Kembali Jadi Tersangka Terkait Bom Thamrin
Atas ceramah-ceramahnya itu, Aman dianggap sebagai orang yang berani menyampaikan sesuatu hal yang benar menurut mereka.
"Kajian atau ajaran yang diberikan mengakibatkan para pengikutnya mempunyai pemahaman dan terprovokasi bahwa sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia termasuk syirik akbar karena menerapkan hukum buatan manusia dan bukan hukum Allah, sehingga segenap aparaturnya patut diperangi," ucap Anita.
Atas perbuatannya, Aman dijerat Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.