Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asma Dewi: Saya Di-"bully" karena Difitnah Polisi sebagai Saracen

Kompas.com - 20/02/2018, 20:02 WIB
Nursita Sari,
Kurnia Sari Aziza

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com  Terdakwa Asma Dewi merasa dirinya di-bully di media sosial setelah polisi menyebut ada aliran dana dari dirinya kepada kelompok Saracen Rp 75 juta. Padahal, lanjutnya, aliran dana itu tak terbukti.

Jaksa juga tidak menyebutkan keterlibatan Asma Dewi di kelompok Saracen dalam dakwaannya.

Asma Dewi justru didakwa menyebarkan informasi di akun Facebook-nya yang bisa menimbulkan kebencian.

Baca juga: Tak Lagi Ditahan, Asma Dewi Diminta Tak Mangkir dari Persidangan

"Saya di-bully di medsos (media sosial) bukan karena postingan Facebook saya 2016, tetapi karena saya difitnah polisi sebagai Saracen," ujar Dewi saat membacakan nota pembelaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2018).

Ia merasa bingung dengan dakwaan jaksa.

Sebab, saat Dewi mengunggah informasi tersebut pada 2016, dia merasa tidak ada kebencian yang timbul.  

Baca juga: Baca Nota Pembelaan, Asma Dewi Terisak dan Suaranya Meninggi

Dia merasa banyak dikenal orang dan di-bully setelah dikaitkan dengan kelompok Saracen pada 2017.

"Pada 2016, keadaan aman dan tidak ada yang kenal siapa Asma Dewi dan tidak ada yang mem-bully dan membenci saya," katanya.

Sejak awal penangkapannya, Dewi menyebut polisi selalu mengaitkan dirinya dengan Saracen. Padahal, dia mengaku tidak pernah tahu Saracen dan kegiatan yang dilakukan kelompok itu.

Baca juga: Masa Tahanan Habis, Asma Dewi Bebas dari Rutan Pondok Bambu

"Polisi baru berhenti menghubung-hubungkan saya dengan Saracen setelah mereka mengacak-acak rekening saya dan tidak ada transaksi mengenai uang transfer Rp 75 juta. Dari mana saya punya duit sebanyak itu, sedangkan ongkos hidup sehari-hari saya saja sudah pas-pasan," ujarnya.

Adapun jaksa menuntut Dewi dihukum dua tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta rupiah subsider tiga bulan penjara.

Dewi dinilai terbukti melanggar Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 Ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia dinilai telah menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kebencian.

Baca juga: Asma Dewi: Saya Dianggap Akan Memecah Belah, Memangnya Saya Siapa?

Polisi menangkap Dewi pada 11 September 2017 karena diduga mengunggah konten berbau ujaran kebencian dan diskriminasi SARA di akun Facebook-nya.

Awalnya, Polri menyebut ada aliran uang dari Dewi ke kelompok Saracen Rp 75 juta.

Namun, hal tersebut tidak disebutkan dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum dalam persidangan.

Kompas TV Ini Sosok Asma Dewi yang Diduga Terkait Kelompok Saracen
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Megapolitan
DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

Megapolitan
Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Megapolitan
Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Tak Hanya Kader, PKS juga Usulkan Anies dan Eks Kapolda Masuk Bursa Bacagub DKI

Tak Hanya Kader, PKS juga Usulkan Anies dan Eks Kapolda Masuk Bursa Bacagub DKI

Megapolitan
Tak Lagi Dapat 'Privilege' KTP Jakarta, Warga: Akses Pendidikan dan Kesehatan Jangan Jomplang

Tak Lagi Dapat "Privilege" KTP Jakarta, Warga: Akses Pendidikan dan Kesehatan Jangan Jomplang

Megapolitan
Warga 'Numpang' KTP DKI: Pelayanan di Jakarta Itu Enak Banget, Administrasinya Enggak Ribet...

Warga "Numpang" KTP DKI: Pelayanan di Jakarta Itu Enak Banget, Administrasinya Enggak Ribet...

Megapolitan
Masuk Bursa Cagub DKI dari PKS, Khoirudin: Saya Kawal dari Dewan Saja...

Masuk Bursa Cagub DKI dari PKS, Khoirudin: Saya Kawal dari Dewan Saja...

Megapolitan
Maju di Pilkada Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Daftar Lewat Gerindra

Maju di Pilkada Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Daftar Lewat Gerindra

Megapolitan
Pendapatan Ojek Sampan Tak Cukupi Biaya Hidup, Bakar Terpaksa Berutang Untuk Makan

Pendapatan Ojek Sampan Tak Cukupi Biaya Hidup, Bakar Terpaksa Berutang Untuk Makan

Megapolitan
Pascalebaran, Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Tembus Rp 80.000 per Kilogram

Pascalebaran, Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Tembus Rp 80.000 per Kilogram

Megapolitan
Jadwal Pra PPDB SD dan SMP Kota Tangerang 2024 dan Cara Daftarnya

Jadwal Pra PPDB SD dan SMP Kota Tangerang 2024 dan Cara Daftarnya

Megapolitan
BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

Megapolitan
Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Megapolitan
Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu 'Video Call' Setiap Hari?

Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu "Video Call" Setiap Hari?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com