Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Populi: Berlebihan Anggap Ahok Ajukan PK untuk Maju Pilpres

Kompas.com - 06/03/2018, 11:24 WIB
Jessi Carina,
Kurnia Sari Aziza

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama diduga beberapa pihak mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasusnya karena ingin mengikuti Pemilihan Presiden 2019.

Peneliti dari lembaga riset Populi Center Rafif Imawan mengatakan, nama Basuki atau Ahok memang masuk ke dalam survei, tetapi elektabilitasnya sangat kecil.

"Di pertanyaan terbuka mengenai siapa pilihan masyarakat menjadi capres dan cawapres, memang ada nama Basuki, hasilnya tidak terlalu signifikan sebetulnya," ujar Rafif dalam acara Aiman di Kompas TV, Senin (5/3/2018).

Baca juga: MA Pastikan Ahok Tak Bisa Ajukan PK 2 Kali

Rafif mengatakan, elektabilitas Ahok sebagai calon presiden hanya 0,4 persen. Sementara elektabilitas sebagai calon wakil presiden 2 persen.

Survei Populi Center ini dilakukan dengan wawancara tatap muka di 34 provinsi di Indonesia pada 7-16 Februari 2018. Sampelnya adalah 1.200 responden dan dipilih secara acak.

Margin of error dalam survei ini lebih kurang 2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Sumber pendanaan survei ini dari kas internal Yayasan Populi Indonesia.

Berlebihan ajukan PK untuk pilpres

Kasus yang menjerat Ahok memiliki andil besar dalam turunnya elektabilitas Ahok ini. Ia mengatakan, sejak dipenjara, nama Ahok tidak lagi muncul di media.

Nama Ahok juga tidak lagi digadang-gadang menjadi calon wakil presiden seperti sebelum ada kasus ini.

Khusus di DKI Jakarta, pendukung Ahok bisa jadi masih banyak. Di luar Jakarta, Ahok belum tentu banyak pendukung.

Baca juga: Berkas PK Ahok Segera Dilimpahkan ke Mahkamah Agung

Atas dasar itu, Rafif menilai sulit bagi Ahok untuk berhasil jika maju dalam Pilpres 2019. Anggapan bahwa Ahok mengajukan PK untuk maju Pilpres pun dinilai berlebihan.

"Saya rasa sedikit berlebihan karena ini susah sekali," ujar Rafif.

Baca juga: Menunggu Putusan Peninjauan Kembali Ahok

Sekali pun Ahok sukses dalam sidang PK kali ini, Rafif mengatakan, jalan Ahok dalam Pilpres masih sulit. Kesan mengenai Ahok di masyarakat yang lekat dengan citra orang yang pernah dipenjara.

Ahok bisa saja mengubah citra jika berhasil menjelma sebagai tokoh perubahan. Namun, itu pun masih sulit untuk meningkatkan elektabilitas Ahok pada Pilpres 2019.

Rafif mengatakan, sulit melihat ada partai politik yang mau mengusung Ahok saat kasusnya masih problematik.

Baca juga: PK dan Masa Depan Politik Ahok

"Karena begini, parpol siapa yang mau mengusung Ahok yang kira-kira kasusnya ini masih problematik," katanya.

Pada Mei 2017, Ahok divonis dua tahun penjara karena dianggap melakukan penodaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.

Sembilan bulan setelah vonis dijatuhkan, Ahok mengajukan peninjauan kembali. Menurut pengacaranya, kekhilafan hakim yang menangani perkara tersebut menjadi salah satu alasan Ahok mengajukan PK.

Kompas TV Ahok tidak hadir dalam sidang dan hanya diwakili oleh tim kuasa hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

Megapolitan
Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Megapolitan
Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu 'Video Call' Setiap Hari?

Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu "Video Call" Setiap Hari?

Megapolitan
Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Megapolitan
Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Megapolitan
Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Megapolitan
Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Megapolitan
Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Megapolitan
Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Megapolitan
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com