JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan kasus kekerasan terhadap anak dominan terjadi di lingkungan sekolah pada awal 2018, yaitu Januari-Februari.
Berdasarkan data nasional KPAI, 72 persen terjadi kasus kekerasan fisik dan anak menjadi korban dari kebijakan sekolah. Masalah kebijakan sekolah misalnya, anak pelaku kekerasan dikeluarkan dari sekolah dan sulit kembali mendapatkan hak bersekolah.
Kemudian terdapat laporan kekerasan psikis sebanyak 9 persen, kekerasan finansial atau pemalakan atau pemerasan 4 persen, dan kekerasan seksual sebanyak 2 persen.
Sisanya 13 persen adalah kasus yang tidak dilaporkan ke KPAI namun tetap diawasi oleh lembaga perlindungan anak tersebut.
Baca juga : Anies Akan Bentuk Tim Pencegahan Kekerasan Anak di Tiap Wilayah
Dari total kasus tersebut, pengaduan dari DKI Jakarta tertinggi yaitu mencapai 58 persen, disusul Jawa Barat 16 persen, dan Banten 8 persen. Menurut KPAI, tingginya pengaduan ini belum tentu berbanding lurus dengan jumlah kasus kekerasan tersebut.
"Ini diduga kuat karena kantor KPAI yang berada di seluruh wilayah DKI Jakarta, di lima wilayah kecuali Kepulauan Seribu, membuat masyarakat begitu mudah melapor langsung sehingga jumlah pengaduan terbanyak datang dari DKI Jakarta," ucap Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti, Senin (19/3/2018).
Baca juga : Kabupaten Bogor Masuk Zona Merah Kasus Kekerasan Anak
Kasus di DKI Jakarta meliputi kasus anak pelaku dan korban kekerasan, baik fisik maupun psikis dan kasus anak korban kebijakan sekolah. Intruksi Gubernur DKI Jakarta No 16 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah membuat pihak sekolah mudah mengeluarkan siswa yang terlibat kekerasan.
"Ini kan membuat siswa kehilangan hak pendidikan. Tapi pihak dinas pendidikan DKI selalu kooperatif jika mendapat panggilan KPAI. Selain itu dinas pendidikan juga bersedia mencarikan sekolah pengganti untuk anak tersebut," ucap Retno.
Menanggapi mayoritas pelaporan di DKI Jakarta, Ketua KPAI Susanto berjanji untuk membuka advokasi di seluruh wilayah Indonesia. Namun pembukaan advokasi ini bergantung pada komitmen masing-masing daerah.
Baca juga : Temukan Kekerasan Anak? Ayo Lapor Melalui TePSA
"Ini kan prinsipnya advokasi karena organ KPAI di daerah itu dibentuk oleh pemimpin daerah. Kalau tidak mau mengeluarkan SK tidak bisa," ucap Susanto di kesempatan yang sama.
"Oleh karena itu kami akan memaksimalkan advokasi di daerah saat ini yang sudah ada 40 daerah. Jika tidak ada KPAD di daerah tersebut, mitra KPAI seperti LSM bisa ikut membantu. Harapannya ini jadi pilar awal penanganan kasus kekerasan terhadap anak," lanjut Susanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.