JAKARTA, KOMPAS.com - Para pedagang tampak duduk-duduk dan berbincang satu sama lain di depan kios-kiosnya. Anak-anak mereka turut bermain di sekitar kios.
Dari dua puluhan kios, tak sampai setengahnya yang buka. Beberapa kios ditempeli kertas bertuliskan "ditutup".
Begitulah kondisi Lokasi Binaan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, saat Kompas.com datang pada Selasa (20/3/2018) siang hingga sore. Nyaris tak ada pembeli yang datang ke sana.
Lokasi binaan Pasar Minggu hampir setahun berdiri sejak dibuka April 2017. Hampir setahun pula lokasi binaan itu sepi pembeli.
Belum balik modal
Beberapa pedagang tetap memilih bertahan berjualan di sana meskipun sepi. Mereka mengaku kesulitan balik modal sejak berjualan di Lokasi Binaan Pasar Minggu.
"Saya pusing, dari April (2017) sudah habis (keluar uang) Rp 9 juta, enggak balik modal," ujar seorang pedagang, Suparti (48).
Pedagang nasi itu biasanya berbelanja bahan masakan Rp 300.000 setiap harinya. Namun, uang yang didapatkannya hanya Rp 120.000-Rp 130.000.
Baca juga : Pedagang: Lokbin Pasar Minggu Murah Bayarnya, tapi Enggak Ada yang Beli
Meski Suparti terus mengurangi bahan belanjaan, ia mengaku tetap tidak bisa balik modal. Pedagang lainnya, Ananda (23), juga mengakui hal yang sama.
Sebelum berjualan di Lokasi Binaan Pasar Minggu, ia bercerita bisa mendapatkan untung. Keuntungan itu sulit didapat sejak pindah ke Lokasi Binaan Pasar Minggu.
"Susah untuk balik modal. Kalau dagang lauk enggak bisa banyak macam soalnya sepi (pembeli), paling sayur," ucap Ananda.
Harus keliling
Para pedagang harus berkeliling menjajakan dagangannya ke pasar tradisional dan Terminal Pasar Minggu yang berada di depan lokasi binaan agar laku. Jika tidak begitu, mereka akan sulit mendapatkan uang.
"Dagang di lokbin ini kalau enggak ngider ya enggak dapat duit. Kalau pagi saya ngider, jual aqua (air kemasan), kopi," kata Handayani (39).
Sejak pagi hingga malam, kata Handayani, jarang pembeli yang datang ke lokbin tersebut. Mereka harus "menjemput bola" agar dagangannya laku.